|
|
MY SHARING - RENUNGAN DAN CERITA
Dalam keseharian hidup ini, saya berusaha mencari kesederhanaan yang ditampilkan Tuhan dalam sesama saya ataupun dalam segala
setuatu yang saya alami. Jatuh bangun, suka duka, sering saya tuangkan dalam bentuk renungan atau bacaan.
Tidak ada tujuan untuk memegahkan diri karena hanya DIA saja yang patut kita megahkan.
Semoga sharing dan renungan saya dapat memberi berkat bagi anda semua, seperti Ia telah memberkati saya.
Tuhan memberkati.
S E P A T U
Singapore, 10 Oktober 2002
Ada kalanya aku berpikir bahwa manusia
ini mirip seperti sebuah sepatu.
Ya,
mirip sebuah sepatu yang berkilap
cemerlang
sehabis disemir.
Sepatu yang habis disemir terlihat
indah, sama seperti waktu manusia
diciptakan
oleh Allah, indah seturut rupa
dan gambarNya
serta
juga berkat berkat karunia yang Tuhan
berikan pada manusia.
Sepatu butuh disemir secara berkala
kalau tidak rusak, sama seperti
manusia
yang perlu disayang secara nyata
kalau
tidak nanti bermasalah.
Sepatu butuh pasangannya agar menjadi
lengkap dan berguna, sama seperti
manusia
butuh keluarga atau komunitas
agar menjadi
lengkap dalam
kebutuhannya.
Sepatu butuh perhatian; jikalau kotor
dibersihkan, kusam disemir, alasnya
menipis disol atau diganti, sama
seperti
manusia butuh perhatian;
jika lagi sedih dihibur, lagi bingung
dibimbing, lagi lapar diberi makan.
Tetapi sama halnya seperti manusia,
Sepatu tidak bisa berjalan sendiri
tanpa tuannya, sama seperti manusia
tidak bisa berjalan sendiri tanpa
Tuhannya.
Sepatu yang mewah sekalipun akan hanyut
atau bahkan tenggelam di laut
jikalau
tidak menempel pada kaki tuannya,
sama
seperti manusia juga
akan "hanyut" atau bahkan
"tenggelam" dalam dunia
jikalau
ia tidak "menempel"
pada Tuhannya.
Ya, mirip sebenarnya.
Sepatu butuh tuannya agar benar benar
berguna sebagai sepatu; apalah
artinya
sepatu mewah jikalau hanya dipajang
saja dan tidak dapat
digunakan oleh tuannya.
Sedang manusia butuh Tuhannya untuk
bertumbuh dalam hidupnya; apalah
artinya
manusia yang penuh karunia jika
hanya
disimpan saja tanpa
mengembangkan iman atau bakat dan karunia
agar berguna bagi Tuhan dan orang disekitarnya.
Sepatu oh sepatu, kamu butuh tuanmu.
Manusia oh manusia, cepat cari Tuhanmu.
kembali ke awal
SIAPA BERTELINGA HENDAKNYA DIA MENDENGAR
Singapore, 19 November 2002
Masih ku ingat saat dahulu waktu aku
kira-kira
berumur 17 tahun-an. Masa di mana aku
rasa
masa tersulit bagi ibuku untuk mengatasi
kebandelanku. Tidak sering ibuku menangisi
kenakalan anaknya ini. Bahkan bukan
hal yang
aneh jika para tetangga melihat aku
dimarahi
atau dipukul ibuku. Ya, tentu dengan
disertai
tangis ibuku sendiri. Sambil memukulku
dia
menangis, sambil menasehatiku dia menangis.
Tetapi sesering itu pula aku lupa segala
nasihatnya dan ajarannya.
"Siapa yang bertelinga hendaklah
ia
mendengar…"
Pagi ini kuingat kembali semua peristiwa
itu dengan senyum simpul di bibirku.
Kasihan
ibuku, aku seperti seorang yang tidak
bertelinga.
Sesering apapun aku mendengar nasihat
ibuku
sesering itu pula aku melupakannya.
Mungkin
perasaan ibuku sama dengan perasaan
Yesus
saat melihat aku. Aku yang mengaku
hambaNya,
atau aku yang telah diangkat menjadi
anakNya.
Yesus bilang aku diciptakan seturut
rupa
dan gambarNya. Yang notabene pasti
mulia
dan indah. Tapi tak terhitung berapa
kali
aku merasa minder dengan keberadaan
diriku.
Yesus bilang cintailah Tuhan Allahmu
dengan
segenap hati, kekuatan dan pikiranmu.
Tapi
tak jarang pula aku lebih mencintai
diriku
sendiri dan melupakan Tuhanku. Lebih
memilih
untuk santai menyendiri dan menutup
diri
dalam kamar daripada melayani sesamaku.
Walau
Yesus sudah memberitahu aku bahwa dengan
melayani sesamaku aku juga melayani
Dia.
Yesus bilang setialah dalam perkara-perkara
kecil nanti aku baru akan dipercaya
dengan
perkara besar. Tapi seringkali aku
malah
menginginkan diriku kelihatan dalam
perkara-perkara
besar walau aku sendiri malah tidak
setia
dalam perkara kecil seperti menjalankan
komitmenku
atau janjiku pada temanku atau pada
Tuhan.
Lebih senang jalan-jalan daripada ikut
dalam
kegiatan komitmenku.
Yesus bilang percayalah pada Tuhan.
Tapi
tak jarang pula aku malah lebih percaya
dengan
temanku atau diriku sendiri. Malu kalau
diminta
untuk melayani.
Bahwa jika diantara aku dan sesamaku
ada
iri hati dan perselisihan, bukankah
hal itu
menunjukkan aku masih hidup secara
duniawi?
Tapi masih sering aku memikirkan diriku
lebih
penting dari teman-temanku yang menyebabkan
iri hati dan perselisihan begitu mudah
terlihat
dalam kehidupanku.
Yesus mengajarkan tentang KASIH, yang
tidak
mencari keuntungan sendiri, tidak pemarah,
tidak menyimpan kesalahan orang lain,
tidak
bersukacita karena ketidakadilan. Tapi
tak
jarang pula aku mencari keuntungan
sendiri
dengan melemparkan tanggung jawab pada
orang
lain padahal dirikulah yang seharusnya
bertanggung
jawab, tak jarang pula aku marah dan
diam-diam
menyimpan kesalahan orang lain yang
membuat
aku dengan sengaja menjauhi orang orang
yang
bersalah kepadaku.
Yesus bilang kalau aku dan semua temanku
adalah sama dimataNya. Tapi aku sendiri
kadang
masih membeda-bedakan sesamaku. Merasa
kalau
aku berbeda dengan yang lain. Hanya
karena
aku lebih suka berdoa, hanya karena
aku lebih
banyak membaca atau lebih lama ikut
dalam
kegiatan rohani.
Ah, "Siapa yang bertelinga hendaklah
ia mendengar…"
Aku rasa selama ini aku tidak 'mendengar'
apa yang telah aku dengar. Semua hanya
angin
lalu, masuk telinga kiri keluar telinga
kanan.
Mungkin ini mengapa ibuku menangis
saat menasihatiku
atau menghajarku. Mungkin pula Yesus
juga
menangis saat kembali melihat aku lupa
akan
nasihat dan ajaranNya.
Satu hal aku percaya, sama seperti
ibuku,
Yesus tetap mencintai aku.
"Siapa yang bertelinga hendaklah
ia
mendengar…"
Tuhan memberkati,
Kwang
kembali ke awal
WHAT TIME IS THE MASS?
Singapore, 25 November 2002
"What time is the Mass?"
Salah satu pertanyaan yang mengelitik
dan yang menyedihkan kata Romo
yang membawakan
Perayaan Ekaristi pada Minggu
pagi kemarin di Gereja Christ the
King. Satu pertanyaan yang
ditanyakan seorang umatnya yang
tinggal di Ang Mo Kio, via telepon.
Padahal orang tersebut
telah tinggal selama 20 tahun
di Ang Mo Kio dan masih juga ia
tidak tahu jadwal parokinya
(Yang notabene juga di Ang Mo Kio).
Sempat aku berpikir bahwa wah Romonya
kok gitu, bagaimana kalau si umat itu
hadir
di sana. Dan memang lagi ingin
kembali ke gereja/berkomunitas
setelah sekian lama menghilang. Sekali
dengar komentar sang Romo bisa-bisa
jadi ngga datang lagi deh.
Lalu kupejamkan mataku, kurenungkan
kalimat itu. Dan aku sadari bahwa ada
yang
hilang. Awareness and willingness,
aku rasa itu yang hilang dari pertanyaan
si umat. Lalu,
kuingat pula kebingungkan ku kemarin,
aduhhh hari ini ada pertemuan doa
ngga yach, aduhhh
kapan latihan nyanyi, kapan nih
acara adorasi. Wah kalau dipikir-pikir
sama dengan pertanyaan
si umat tersebut,
Awareness and willingness, itu yang
hilang dari pertanyaan tersebut.
Sering aku berpikir bahwa aku sudah
memberikan yang terbaik baik gereja
dan komunitasku, udah cukuplah. Tapi
Tuhan nyatakan
padaku bahwa aku masih terlalu
jauh.
Kadang aku berpikir buat apa aku mengingat
semua jadwal-jadwal itu, toh nanti akan
aku terima sms yang mengingatkan tentang
jadwal tersebut. Buat apa aku
repot report mikirin latihan, toh
nanti tetap akan ada yang
mengajak aku untuk latihan. Atau
buat apa aku mengingat nada nada
lagu yang dinyanyikan, toh
nanti bisa liat buku atau seadanya
deh.
BUT, I MISS THE BIGGEST POINT!
Point terpenting yang adalah apakah
aku memberikan yang terbaik dari milikku bagi komunitasku, yang juga
berarti bagi Tuhanku.
Kalau aku mau memberikan yang terbaik
dari diriku, dengan kerendahan hati
mengingat semua jadwal tersebut. Mengingat
lagu
lagu sehingga aku bisa membantu
dalam nyanyian dengan yang terbaik dari
kemampuanku.
Ku ingat bacaan Injil hari ini (Lukas
21: 1 -4), Dua peser uang yang dimasukan
si janda
tua lebih berharga dari ratusan yang
dimasukan oleh saudagar-saudagar kaya
raya itu. Karena
si janda memberikan yang terbaik dari
dirinya. Walau kecil sekalipun itu merupakan
yang
paling berharga dari miliknya.
SMALL IS BEAUTIFULL, yah, walaupun
sekecil apapun usahaku kalau aku berikan
dengan yang
terbaik akan menjadi suatu yang indah
dimataNya.
Awareness and Willingness, dua hal
yang tidak terlepaskan satu sama lain.
Aku perlu untuk lebih aware dengan
sekitarku.
Aku perlu untuk lebih willing dalam
memberikan apa yang aku miliki
Aku perlu untuk memberikan diriku,
apa adanya demi kemuliaanNya.
Jadi ingat lagu yang akan dinyanyikan
untuk Pertemuan PD nanti.
Ku bri yang terbaik,
BagiMu Kurelakan segalanya.
Yang terbaik, BagiMu Sg'nap hatiku,
dan sg'nap jiwaku.
Terima kasih Tuhan, Allah Roh Kudus,
dalam
kesederhaanMu, Engkau mengingatkan
aku kembali
akan hal hal dasar dalam kehidupan
kristiani
bersamaMu. Terima kasih.
Tuhan memberkati,
Kwang.
kembali ke awal
ITULAH YANG BIKIN SERU!
Singapore, 09 Desember 2002
Hari Kamis, 5 Desember 2002 lalu. Setelah
satu hari sebelumnya kita bercapek-capekk
ria menyelesaikan Misa dan Adorasi. Kita
berkumpul bersama di tempat tante Hedy
dalam rangka Q & A with Romo Yohanes.
Tidak banyak yang hadir pada hari itu.
Mungkin
kecapekan atau mungkin sibuk dengan
kegiatan masing-masing.
Acara di mulai dengan ramah tamah (Biasa
bawaannya makan mulu), setelah tunggu punya
tunggu, akhirnya acara dimulai dengan puji-pujian
dan doa bersama.
Diawali dengan sepatah kata dari Pelayan
wilayah kita (Fenni), romo Yohanes mulai
di jelali dengan pertanyaan-pertanyaan yang
seru.
Saat Romo mulai menceritakan pengalaman-pengalaman
manis dan pahit selama membangun Komunitas
ini. Ada yang mendukung, ada yang kurang
mendukung bahkan ada yang tidak mendukung.
Beliau menceritakan tentang sikap karakter
dan sifat dari orang orang yang pernah ditemuinya
atau bahkan dia kenal.
Satu hal yang menarik perhatian saya
adalah kata "Itulah yang bikin
seru…"
Itulah yang bikin seru, yaitu adanya
perbedaan sikap ataupun pendapat. Ini
menunjukkan betapa Tuhan kita itu jauh
lebih besar dari apa
yang kita kira. Tidak ada satu manusia
pun yang Ia ciptakan sama.
Tapi kadang kita lebih suka menikmati
atau mencari orang orang yang kita anggap
'sama' dengan kita. Kalau berbeda dikit
"yachhh ngga bisa in dech ama dia".
Ngga cocok dech ama dia, susah dech.
Kita lupa kalau inilah yang bikin seru,
dalam arti inilah yang bisa membuat
kita bertumbuh dalam kesetiaan ataupun
pengharapan kepada
Tuhan. Melihat keunikan satu dengan
yang lain.
Kita lupa kalau ini juga menunjukkan
bahwa takaran yang Tuhan pakai buat
kita itu jauhhhh lebih tepat dibanding
takaran yang kita pakai.
Karena Yesus melihat semua manusia
bukan hanya beberapa manusia.
Memang semua itu tidak ideal, tapi
itu relita. Kalau ideal-nya sih semuanya
se-ide dan se-pendapat (tentu saja yang
dimaksud adalah ide dan
pendapat yang positif). Tapi pada realitanya
itu jarang sekali terjadi (bukan berarti
tidak bisa), dan biasanya yang seru-seru
itu yang terjadi.
Kalau saya hubungkan dengan pembicaraan
saya dengan Elren (Julianto dan Silvy)
pada hari Jumat di NUH (Sehabis bertemu
dengan si kecil
Aaron). Kata "Saya tidak cocok"
atau "Dia kok gitu" atau "Kok
bisa yach dia gitu" atau "Gila,
ada yach org kayak gitu.." atau
yang lain lain. Itu semua karena adanya
takaran yang ada dipikiran kita. Baru
kita bisa mengatakan
hal hal seperti itu.
Dengan tidak sadar kita sudah menghakimi
orang yang kita bicarakan. Saya rasa, waktu
Yesus mengatakan janganlah kita menghakimi
dengan takaran kita sendiri, Yesus
tidak hanya bermaksud tentang penghakiman
yang dilakukan oleh orang orang terhadap
si wanita
yang ketahuan berzinah. Yang notabene
udah ketahuan berbuat salah.
Tapi terlebih, sikap hati dan pikiran
kita sehari-hari.
Kata-kata di atas tersebut, hanya bisa
kita keluarkan karena orangyang kita
bicarakan tersebut tidak sesuai dengan
apa yang ada
di dalam pikiran kita.
Ihh norak banget sih dia (hanya karena
si A lebih suka memakai pakaian yang
tidak kita sukai model atau warnanya).
Gila kok ada yahh orang kayak gitu
(hanya karena si B tidak suka bla bla
yang kita sukai)
Dia kok gitu yach, and so on and so
on.
WHY?? hanya karena mereka melakukan
sesuatu yang tidak sesuai dengan apa
yang biasa kita lakukan (atau notabene
berbeda dengan kita).
Sama seperti orang farisi yang terus
menerus menegur Yesus atau murid-Nya
saat mereka melakukan sesuatu yang berbeda
dengan mereka.
Orang-orang farisi tersebut menilai
Yesus dan murid-Nya dengan takaran mereka
sendiri. Takaran yang kalau boleh diartikan
kebiasaan
kita, diri kita, pikiran kita.
Tapi yach, idealnya sih kita tidak
seperti itu, tapi realitanya mungkin
berbeda.
Saya mengucapkan syukur pada Tuhan
akan hal diatas yang saya sharingkan,
ideal dan realita, menghakimi. Itulah
yang bikin seru. Ops,
bukan berarti kita berpasrah dengan
segala hal-hal yang seru itu (yang hehehe
notabene biasanya membuat orang jadi
ribut atau bermusuhan).
Tetapi terlebih bagaimana kita masing-masing
mau merendahkan hati kita dan menerima hal-hal
yang bikin seru itu. Untuk apa? Tak lain
untuk belajar dalam pengharapan dan
iman kepada Tuhan.
Itulah yang bikin seru. Dan at least
semua itu berarti buat saya.
Tuhan memberkati,
kwang
kembali ke awal
NATAL SEPERTI APA YANG AKU INGINKAN?
Singapore, 11 Desember 2002
Tak terasa 2 minggu lagi natal tiba. Suasana
natal sendiri dapatku lihat sejak beberapa
minggu sebelumnya. Mall, Jalan jalan, Rumah-rumah
semuanya terhias indah dengan hiasan
berwarna merah, teman-teman mulai merencanakan
liburan mereka, dan lain-lain sebagainya,
yah memang
selalu begitu rasanya.
Natal tahun ini adalah Natal ke-dua
bagiku sejak aku datang bekerja di Singapura.
Tak berbeda jauh rasanya hiasan-hiasan
yang aku
lihat di semua tempat yang aku kunjungi.
Bahkan terlihat bahwa semua tempat tersebut
seakan-akan berlomba untuk menjadi yang terindah
pada natal ini.
Masih ku-ingat pertanyaan dari Romo
Fernandez (Christ The King Church) pada
Homili yang beliau berikan. "What
kind of Christmas
that you want?". Ya, Natal seperti
apa yang aku inginkan tahun ini. Ku-coba
mengingat natal-natal di tahun yang
telah lewat, teringat
juga akan kerinduanku atau bahkan janjiku
pada masa-masa advent sebelum menyambut natal.
Ah, rasanya semuanya telah terlupakan.
Masih kuingat juga kukatakan pada diriku
pada natal tahun lalu bahwa aku akan
berusaha lebih
lagi belajar mengenal Tuhan Allah Tritunggal
yang kudus. Masih kuingat juga janji dan
petisi yang aku cetuskan dalam hatiku.
Tapi rasanya semua telah terlupakan
dalam perjalanan satu tahun ini.
Natal tetaplah sebuah natal, Yesus
tetap akan hadir seperti tahun tahun
sebelumnya. Tentu saja, sebab Dia adalah
setia. Tapi
apakah aku akan tetap sama? Masih terbungkuskan
dengan dosa-dosa yang sama? Keterikatan-keterikatan
yang sama? Masih berkutat dan bergumul dengan
hal-hal yang sama?
Ingin rasanya aku menangisi diriku
sendiri kalau kuingat siapa dan apa
diriku sebenarnya.
Dari tahun ke tahun, rasanya tidak ada
yang dapat aku tawarkan kepada Tuhanku
pada hari natal, tidak ada yang istimewa.
Masih saja
aku seperti mereka yang menutup pintu
penginapan dan membiarkan Yesus lahir
di palungannya walaupun Ia telah berkali-kali
datang mengetuk
hatiku. Masih saja aku terbungkus dengan
dosa dan keterikatan yang sama.
Ya, Natal seperti apa yang aku inginkan
tahun ini?
Yang bisa aku lakukan adalah terus
berharap kepadaNya.
Semoga suatu saat nanti Natal akan
lebih berarti bagi diriku yang hina
ini. Membuka hatiku dan benar benar
berjuang untuk bebas
dari segala kebodohanku, kesombonganku
dan kenistaanku.
Semoga bukan hiasan dunia yang aku
kenakan untuk menyambut Dia di tahun
ini, tapi dengan kekudusan yang rasanya
sudah susah sekali
aku temukan dalam diriku.
Satu harapanku adalah walau pada akhirnya
aku tidak dapat masuk ke dalam surga dan
bersama Dia, biarlah Dia boleh melihat aku
dari kejauhan sebagai seorang pejuang
yang terus berusahan untuk masuk ke
dalam surga dan berkumpul bersama Dia.
Jesus Son of David, Have mercy on me,
I am a sinner.
Yang berdosa,
Kwang.
kembali ke awal
HAPPY NEW YEAR SAHABATKU
Singapore, 31 Desember 2002
Tak terasa tahun 2002 hampir aku habiskan.
Masih ku ingat pada akhir tahun lalu dirumah
temanku, kami berkumpul bersama bernyanyi,
berdoa merayakan malam tahun baru.
Masih kuingat samar-samar satu persatu
kami kumandangkan petisi dan harapan
untuk tahun mendatang,
tahun 2002 ini. Dan sekarang tahun
2002 hampir berakhir.
Tak terasa begitu banyak hal baru yang
telah aku lalui, begitu banyak cerita
yang aku lewati bersama teman-temanku
semua. Ya, bersama
teman-temanku. Keluargaku dan orang
yang aku kasih tidak dapat bersamaku,
mereka ada nun jauh di sana di Indonesia.
Tak jarang
kesendirianku di singapura ini membuat
aku merasa sepi.
Untung Tuhan tempatkan aku ditengah-tengah
teman-temanku ini.
Teman-teman yang berjalan bersamaku
saat aku jatuh, dan bersama-samaku saat
aku gembira. Teman yang mungkin kadang
menyebalkan atau
bahkan kadang sangat menggembirakan.
Semuanya Tuhan tempatkan disekelilingku.
Ada yang dari Jakarta, dari Samarinda,
dari Ujung
Pandang, Surabaya, Bangka, Palembang,
Bandung dan lain-lainnya.
Masih kuingat saat aku jatuh dan merasa
tidak layak untuk melayani, mereka menguatkanku.
Masih kuingat saat aku cemas akan kehilangan
pekerjaanku, dan mereka ada di sana
menemaniku. Masih kuingat saat aku letih
dan sakit, mereka ada disana berdoa
untukku. Masih, masih dan
masih kuingat semuanya.
"Aku akan menyertaimu sampai akhir
jaman", kata Yesus.
Mungkin ini salah satu jalan yang Ia
tunjukkan kepadaku bahwa Ia tetap selalu
menemani aku sampai akhir jaman. Walau
aku tidak dapat
melihat Ia secara nyata, tapi Ia tempatkan
malaikat-malaikatnya di sekelilingku agar
aku dapat melihat Dia dalam kehidupanku yang
nyata ini.
Tapi, tak jarang juga aku kurang menghargai
sosok Yesus yang tercermin dalam sahabat-sahabatku
ini. Seringkali aku merasa kesal dengan mereka
dengan segala alasan yang membuat aku
layak untuk merasa kesal. Jam karet-lah
or omongannya-lah ataupun sikapnya,
atau ini atau itu. Alasan-alasan
yang aku buat karena aku tidak dapat
menerima keberadaan diri mereka apa
adanya.
Berapa kalikah aku harus mengampuni
saudara-saudaraku, tanya Petrus. Tujuh
puluh kali Tujuh kali, kata Yesus. Tujuh
yang berarti sempurna menunjukkan
bahwa aku harus mengampuni diriku dan
siapapun secara sempurna seperti Yesus
telah mengampuni aku.
Satu hal lagi yang Tuhan ajarkan padaku
melalui sahabat-sahabatku ini. Tak ada
kata yang dapat aku ungkapan selain
syukur dan terima
kasih kepada Tuhan dan juga kepada
sahabat-sahabatku ini.
Terima kasih atas WAKTU yang kalian
bri.
Terima kasih atas KASIH yang kalian
bri.
Terima kasih atas PENGAMPUNAN yang
kalian bri.
Terima kasih atas PENGHARAPAN yang
kalian bagi.
Selamat menyambut Tahun Baru 2003 dan
semoga kita selalu bersatu di dalam
nama Tuhan kita Yesus Kristus.
Tuhan memberkati,
Kwang
kembali ke awal
APA ARTINYA BAGI SAYA?
Singapore, 13 Januari 2002
(Misa tanggal 12 Januari - Pembaptisan
Yesus).
Pembaptisan. Apakah artinya bagiku?
Sejenak aku berpikir, setelah hampir
5 tahun lebih sejak pembaptisanku dulu
apakah arti
pembaptisan bagiku? Kemanakah pembaptisan
itu membawa diriku sejauh ini? Dan apa
yang
telah aku lakukan melalui pembaptisanku?
Kalau ku ingat saat dulu aku berjuang
mati-matian untuk tetap mengikuti kelas
katekumen
yang menjadi pra-syarat untuk
menerima pembaptisan sebagai anggota
keluarga Katolik sungguh membuat aku
bertanya-tanya saat ini.
Kemana semua buah perjuangan yang
secara pribadi menurutku lumayan berat,
apakah setelah dibaptis
dan menjadi seorang Katolik itu sudah
cukup bagiku?
Benar sekarang saya telah menjadi seorang
Katolik dan saya bangga karena itu,
tetapi apakah sudah selesai perjuanganku?
Sekarang aku belajar untuk melayani,
ikut persekutuan doa, ikut bergabung
dalam komunitas.
Kalau kulihat scheduleku rasanya udah
cukup padat dibandingkan dulu, sekarang
jadwalku penuh dengan segala kegiatan
yang katanya
berbau kerohanian. Tapi apakah itu
yang menjadi tujuan saat aku dulu berjibaku
selama 1 tahun
lebih untuk bertahan dan belajar menjadi
Katolik?
Lalu kuingat banyak temanku yang dibaptis
sejak dilahirkan. Mungkin mereka tidak
merasakan apa yang aku rasakan di masa
katekumen.
Tapi aku pikir, mereka pasti memiliki
suatu pengalaman kerohanian tersendiri
melalui pembaptisan
tersebut.
Kembali ku bertanya, apa sih sebenarnya
arti pembaptisan bagiku?
Dan apa yach kira kira arti pembaptisan
bagi teman-temanku?
Tuhan memberkati,
Kwang.
"Bukan apa yang dapat negara berikan
kepadamu yang harus kamu tanyakan melainkan
apa yang dapat kamu berikan bagi negaramu
itulah yang harus kamu tanyakan".
(George Washington).
"Bukan apa yang dapat Gereja Katolik
berikan kepadamu yang harus kamu tanyakan
melainkan apa yang dapat kamu berikan
bagi Gereja Katolik itulah yang
harus kamu tanyakan".
kembali ke awal
HEMAT VS BOROS
Singapore, 14 Januari 2002
"Maka sekarang, sama seperti kamu
kaya dalam segala sesuatu, --
dalam iman, dalam
perkataan, dalam pengetahuan, dalam
kesungguhan untuk membantu, dan dalam
kasihmu terhadap
kami -- demikianlah juga hendaknya
kamu kaya dalam pelayanan kasih ini."
(2
Korintus
8:7)
Ibuku sering sekali mengingatkanku
tentang hemat. Dari sejak aku kecil
bahkan
sampai sekarang ini. Setiap kali
aku menelpon ke
rumah, tak pernah sekalipun dia lupa
mengingatkan aku untuk berhemat. Hemat
dalam berbelanja
atau belanja seperlunya. Hemat dalam
waktu atau jangan menggunakan waktu
untuk
sesuatu yang tidak berguna. Hemat
dalam tindakan dalam arti jangan melakukan
sesuatu
yang tidak berguna.
Tapi sering juga aku berpikir, hidup
hanya sebentar buat apa kita berhemat.
Nanti
hasil jerih payahku sendiri tidak
dapat aku nikmati.
Sering pula aku katakan hemat hemat
nanti sewaktu aku mati semua yang aku
hematkan
tidak dapat aku bawa.
Tapi aku sadar kalau itu hanya menunjukkan
kematerialistisan diriku semata. Setiap
mendengar
kata hemat atau berhemat yang aku pikirkan
hanyalah harta kekayaan materi.
Aku tak sadar kalau hemat juga bisa
aku lakukan untuk banyak hal. Seperti
hemat waktu,
hemat bicara, hemat kerja, hemat
berpikir, dan hemat lainnya.
Hemat waktu maksudnya kita berhemat atas waktu yang
telah Tuhan berikan pada kita di dunia
ini. Tidak menghabiskan waktu dengan
melakukan
sesuatu yang sia-sia atau bahkan menjauhkan
diri dari Tuhan yang memberikan waktu
pada
kita. Ya seperti menonton televisi
(sepakbola tepatnya kalau untuk saya)
sampai berlarut larut dan lupa akan
komitmen dan kewajiban
kita untuk mengucap syukur atas waktu
yang telah Tuhan beri.
Hemat bicara bukan berarti kita diam seribu bahasa. Bukan
pula berarti kita cuek dengan sesama
atau biar kelihatan "cool".
Tapi hemat
dalam berbicara yang sia-sia yang dapat
menyakiti Tuhan atau sesama (sorry guys
kalau gue bawel).
Yang dapat berakibat merusak hubungan
kita dengan teman bahkan saudara, yang
berarti pula merusak hubungan kita dengan
sosok
Yesus yang dipancarkan dari mereka.
Hemat kerja bukan berarti kita berleha-leha saat melihat
orang lain bersusah-susah. Melainkan
kita berhemat dalam melakukan pekerjaan
yang sia-sia
pula. Yang sia-sia? Pekerjaan apa?
Pekerjaan yang membuat diri kita lebih
mementingkan diri kita sendiri dari
pada orang disekeliling
kita. Saat kita memilih untuk tidak
melihat orang yang membutuhkan pertolongan
di sekeliling
kita dengan berbagai alasan yang kita
buat agar kita tidak merasa bersalah.
Ya, seperti
perumpamaan orang samaria yang baik
hati, yang lebih memilih membantu daripada
berlalu,
dia sudah berhemat kerja.
Hemat berpikir bukan berarti kita harus menjadi orang-orang
intelek yang bodoh dan malas. Hemat
berpikir berarti hemat dalam memikirkan
yang tidak
sehat, tetapi lebih memikirkan hal-hal
yang membangun sesama dan kita bersama
Tuhan. Hemat memikirkan gosip tetangga,
hemat
memikirkan mengapa si A ini begitu
atau si B ini begini yang pada
akhirnya hanya akan memperkeruh
masalah. Hemat memikirkan kekwatiran
akan sesuatu yang kita sendiri tidak
tahu apakah
itu benar atau tidak.
Kalau aku pikir-pikir lagi, ada tersirat
maksud "boros" disana. Setelah
berhemat akan hal hal diatas, sepertinya
aku harus memboroskan diriku dengan
melakukan segala sesuatu yang
menjadi lawan dari hemat di atas.
"Maka sekarang, sama seperti kamu kaya
dalam segala sesuatu, -- dalam iman,
dalam perkataan, dalam pengetahuan,
dalam
kesungguhan untuk membantu, dan
dalam kasihmu terhadap kami -- demikianlah
juga hendaknya kamu kaya
dalam pelayanan kasih ini." (2
Korintus 8:7)
Rasanya aku harus "memboroskan"
diriku dengan membagi-bagikan waktuku
untuk melayani sesamaku daripada melayani
diriku sendiri. "Memboroskan"
diriku dalam berbagi perkataan
yang menguatkan saudaraku
disaat mereka kesusahan. "Memboroskan"
diriku untuk lebih menyediakan waktu
untuk Tuhan dan temanku yang membutuhkan.
Bukan hanya teman yang aku sukai
tapi semua dari mereka yang aku
kenal dan kasihi.
"Memboroskan" yang tentu
saja tanpa melupakan sisi "hemat"
yang tertulis
diatas.
Hemat vs Boros, ah, sepertinya ibuku
lebih mengerti apa yang baik untuk diriku.
Jadi kangen sama ibu.
Cheers,
Kwang
"Kita adalah manusia Rohaniah (manusia
ilahi) bukannya manusia duniawai yang
melakukan
hal-hal yang rohani"...
kembali ke awal
BARANG PALSU
Singapore, 16 Januari 2002
Yesus mendengarnya dan berkata kepada mereka:
"Bukan orang sehat yang memerlukan
tabib,
tetapi orang sakit; Aku datang bukan
untuk
memanggil orang benar, melainkan orang
berdosa."
(Markus 2:17)
Kemarin siang, sewaktu aku lagi asyik-asyiknya
berkutat dengan programku yang harus kuselesaikan
paling lambat sore ini. Tiba tiba aku
ditanya oleh teman kerjaku apakah aku
ingin membeli
jam tangan. Ternyata, entah bagaimana
2-orang gadis dapat masuk dan menjajakan
jam tangan
ber-merk Swiss Army di sudut sofa tamu.
Dengan senyum manis mereka menawarkan
jam yang ternyata di minati oleh sebagian
teman
temanku. 30 puluh dollar untuk sepasang
jam tangan pria dan wanita. Murah sekali
kelihatannya.
Satu hal yang lucu, semua temanku tahu
kalau itu barang palsu alias bukan buatan
original
dari swiss army. Tapi bentuk dan rupa
jam tangan tersebut tetap menarik hati
setiap
orang yang duduk di sana.
Kalau aku pikir pikir aku ini mirip
dengan jam palsu itu.
Aku yang ber-merk-an agama Katolik
di KTP-ku dan semua jadwal kegiatan
pelayananku, senyum
manis waktu melayani, tawa canda waktu
berkumpul bersama, sikap khusyuk waktu
berdoa, sampai
sikap hormat mati-mati-an waktu menerima
hosti.
Aku rasa dunia juga seperti itu. Aku
selalu diharapkan untuk bertindak seolah-olah
aku
tidak pernah mempunyai masalah, tidak
boleh menunjukkan kesakitan atau kepedihan
yang
sedang kita alami. Aku tidak dapat
pergi ke sekolah sambil menangis tanpa
di ejek
atau digosipin orang. Tidak bisa pergi
ke kantor dengan wajah depresi karena
tekanan
pekerjaan. Atau bahkan tetap harus
tersenyum sewaktu berkumpul bersama
di persekutuan doa walau perasaan lagi
sedih.
Aku juga merasa kalau di dunia ini
orang-orang tidak perduli apakah aku
ini palsu atau tidak. Malah lebih suka
yang palsu-palsu.
Yang penting jam tangan-nya murah,
kata temanku. Yang penting aku tidak
merepotkan orang lain dengan segala
kesedihan, sehingga tidak menghabiskan
waktu mereka untuk berbicara padaku.
Aku lebih disukai kalau aku tidak bermasalah,
kalau aku kelihatan selalu ceria, kalau aku
selalu dapat memberikan jawaban yang menyenangkan
hati dan kalau aku menutup mulutku
pada waktu aku ingin sekali mengatakan
bahwa aku terluka.
Tapi satu hal yang aku mengerti adalah
walau murah dan menarik, jam tangan
palsu tersebut biasanya akan lebih cepat
rusak dibandingkan
yang asli. Karena bahan dan onderdil
yang palsu pula yang digunakan didalamnya.
Sama halnya dengan diriku yang palsu
ini, aku tau memang aku akan kelihatan
menarik jika aku selalu terlihat dalam
kepalsuanku,
tetapi aku juga tau kalau aku akan
lebih cepat 'rusak' karena kepalsuanku.
Aku juga berpikir pasti capek sekali
rasanya menjadi manusia "carbon-copy".
Yang terang dihalaman depan tetapi semakin
kabur jikalau dilihat lembar demi lembar
di belakangnya. Kelihatan selalu ceria dan
bahagia tetapi hancur di dalamnya.
Dan, aku percaya bukan itu yang Yesus
mau dari diriku. Dia tidak perduli betapa
baiknya diriku, betapa jeleknya diriku
atau betapa
hancurnya hatiku. Yang Dia perduli
adalah keberadaanku yang sebenarnya.
Dia tidak mau kita datang kepada Dia
dan tersenyum serta berkata, "Oh,
I am doing just fine, thanks!"
Sekali-kali tidak.
Karena Dia tidak seperti dunia ini,
kalau aku ngga ok, aku juga percaya
Tuhan dapat menerimaku dalam ketidak-ok-an
ku.
So, I said to myself. Stop saying that
you are ok when actually you are not
ok. God
can deal with it and Stop playing cool.
Tapi yahh tetap saja, jam palsu itu
menarik
untuk di beli.
Yang mencoba tidak menjadi palsu,
Kwang.
kembali ke awal
I AM ONLY A BUSINESS MAN
Singapore, 11 Februari 2002
Kunyalakan TV-ku setelah sekian lama
aku berjuang keras untuk tidur. Kutatap
judul
film yang ditayangkan saat itu "THE
PRACTICE" (Saya rasa semua tau film
ini. Salah satu film yang bertemakan
tentang hukum dari sekian banyak film
yang ada).
Tertarik, ku ikuti jalan cerita film
yang memang menarik bagiku (maklum cita
cita jadi
pengacara dulu tidak tercapai karena
satu dan berbagai hal malah sekarang
jadi programmer).
Salah satu topik yang dibahas antara
lain tentang seorang pegusaha besar
yang sering
menyumbang bagi sekitar di tuduh dengan
sengaja membakar salah satu gudangnya
demi mendapatkan
uang asuransi. Pengusaha besar ini
adalah satu satu idola dari si pengacara
yang membela
dia. Seorang Italian American yang
dianggap sebagai sosok hero pada masa
kecilnya karena
terlihat sebagai orang yang jujur dan
suka membantu masyarakat di sekitar.
Pada akhir cerita memang terbukti sang
pegusaha tidak bersalah, tetapi untuk
membuktikan
itu ia harus membuka aibnya bahwa selama
ini dia sering dengan sengaja tidak membayar
pajak untuk proyek-proyek besarnya dengan
tujuan untuk mendapatkan laba yang
lebih besar. Ini membuat kecewa sang
pengacara yang mengidolakan dia (bahkan
sampai ayah
sang pengacara juga mengidolakan si
pengusaha).
Aku tertarik dengan kalimat yang dilontarkan
sang pengusaha saat ia tahu sang pengacara
begitu kecewa dengan dirinya. "I am
sorry if your father and you always
think that I am such a hero but the
truth is … I am only a business man".
Entah mengapa kalimat tersebut menyentuhku
bahkan setelah film tersebut selesai kalimat
tersebut masih terngiang di telingaku.
Tapi kalau aku pikir kembali, ada benarnya
juga apa yang tertulis di kalimat tersebut.
Aku ini tidak lain hanya seorang "business
man". Kalau mau jujur, semua apa
yang aku lakukan di dalam hidup ini
sama seperti si pengusaha tersebut.
Semua yang ku lakukan
hanya untuk mendapatkan "laba"
bagi diriku sendiri.
Mungkin bisa dihitung dengan jari tanganku
banyaknya pekerjaan atau tindakan yang kulakukan
tanpa memikirkan apa untungnya bagi diriku.
Baik sadar maupun tidak. Ya, sering
sekali aku tidak sadar bahwa selalu
ada kata "Aku" dalam setiap
pesan yang otakku kirimkan ke
dalam pikiranku.
Logika berjalan ke sana kemari mencari
keuntungan bagi diriku. Sadar atau tidak
sadar. Memang kadang tidak kelihatan
secara nyata, tapi
ah, seandainya aku mau lebih jujur
mungkin memang benar bahwa "I am
only a business man".
Ku angkat bantalan kepalaku, ku tatap
langit dari kaca jendela kamarku.
Teringat aku akan salah satu sahabat
karibku yang dahulu sering aku ajak
bicara logika. Segala yang dia lakukan
rasanya tidak masuk
akal bagiku. Sedikit sekali rasanya
kata "Aku" ada dalam tindakannya.
Walau miskin materi dan lemah badani
tetap saja
dia memilih menyenangkan orang lain
daripada dirinya sendiri.
Haha, he is not a "business man",
I guess. Oh ya mother teresa juga rasanya
bukan seorang business woman, LOVE UNTIL
IT HURTS, hmm tidak menguntungkan bagi
diriku rasanya.
What about Jesus then? Well untuk seorang
yang mengajarkan kasih yang sempurna adalah
kasih seorang sahabat yang mau merelakan
nyawanya bagi sahabatnya. Aku rasa
Dia juga bukan seorang "business
man" yang baik.
Oh ya, jangan salah duga. Aku bukan
orang yang memusuhi business man. Makanya
aku kasih tanda petik dalam "Business
man"-ku.
Hobby dan panggilan setiap manusia
kan beda-beda. Lagipula kalau tidak
ada business man rasanya dunia jadi
suram dan kesulitan ekonomi terus
terusan. Aku hanya tertarik setelah
mendengar kalimat si pengusaha tenar
tadi.
Yang jadi pertanyaan sampai kapan aku
harus terus menjadi "business man"?
Jam 02.00, mati aku. Gimana besok mau
ke kantor.
Yang lagi ngga bisa tidur,
Kwang.
kembali ke awal
|
|