1 Corinthians 1:27 "But God choose the foolish things of the worlds, that he might put to shame them that are wise; and the weak things of the worlds, that he might put to shame the things that are strong"


MY SHARING - RENUNGAN DAN CERITA

Dalam keseharian hidup ini, saya berusaha mencari kesederhanaan yang ditampilkan Tuhan dalam sesama saya ataupun dalam segala setuatu yang saya alami. Jatuh bangun, suka duka, sering saya tuangkan dalam bentuk renungan atau bacaan.

Tidak ada tujuan untuk memegahkan diri karena hanya DIA saja yang patut kita megahkan.

Semoga sharing dan renungan saya dapat memberi berkat bagi anda semua, seperti Ia telah memberkati saya.

Tuhan memberkati.


Judul Sharing/Renungan Tanggal Posting
S E P A T U 10 Oktober 2002
Siapa Bertelinga Hendaknya... 19 November 2002
What Time Is The Mass? 25 November 2002
Itulah Yang Bikin Seru! 09 Desember 2002
Natal Seperti Apa Yang Aku Inginkan? 11 Desember 2002
Happy New Year Sahabatku 31 Desember 2002
Apa Artinya Bagi Saya? 13 Januari 2003
Hemat Vs Boros 14 Januari 2003
Barang Palsu 16 Januari 2003
I Am Only A Business Man 11 Februari 2003

1 2 3 4 5 6


S E P A T U

Singapore, 10 Oktober 2002

Ada kalanya aku berpikir bahwa manusia ini mirip seperti sebuah sepatu. Ya, mirip sebuah sepatu yang berkilap cemerlang sehabis disemir.

Sepatu yang habis disemir terlihat indah, sama seperti waktu manusia diciptakan oleh Allah, indah seturut rupa dan gambarNya serta juga berkat berkat karunia yang Tuhan berikan pada manusia.

Sepatu butuh disemir secara berkala kalau tidak rusak, sama seperti manusia yang perlu disayang secara nyata kalau tidak nanti bermasalah.

Sepatu butuh pasangannya agar menjadi lengkap dan berguna, sama seperti manusia butuh keluarga atau komunitas agar menjadi lengkap dalam kebutuhannya.

Sepatu butuh perhatian; jikalau kotor dibersihkan, kusam disemir, alasnya menipis disol atau diganti, sama seperti manusia butuh perhatian; jika lagi sedih dihibur, lagi bingung dibimbing, lagi lapar diberi makan.

Tetapi sama halnya seperti manusia,

Sepatu tidak bisa berjalan sendiri tanpa tuannya, sama seperti manusia tidak bisa berjalan sendiri tanpa Tuhannya.

Sepatu yang mewah sekalipun akan hanyut atau bahkan tenggelam di laut jikalau tidak menempel pada kaki tuannya, sama seperti manusia juga akan "hanyut" atau bahkan "tenggelam" dalam dunia jikalau ia tidak "menempel" pada Tuhannya.

Ya, mirip sebenarnya.

Sepatu butuh tuannya agar benar benar berguna sebagai sepatu; apalah artinya sepatu mewah jikalau hanya dipajang saja dan tidak dapat digunakan oleh tuannya.

Sedang manusia butuh Tuhannya untuk bertumbuh dalam hidupnya; apalah artinya manusia yang penuh karunia jika hanya disimpan saja tanpa mengembangkan iman atau bakat dan karunia agar berguna bagi Tuhan dan orang disekitarnya.

Sepatu oh sepatu, kamu butuh tuanmu.
Manusia oh manusia, cepat cari Tuhanmu.

kembali ke awal



SIAPA BERTELINGA HENDAKNYA DIA MENDENGAR

Singapore, 19 November 2002

Masih ku ingat saat dahulu waktu aku kira-kira berumur 17 tahun-an. Masa di mana aku rasa masa tersulit bagi ibuku untuk mengatasi kebandelanku. Tidak sering ibuku menangisi kenakalan anaknya ini. Bahkan bukan hal yang aneh jika para tetangga melihat aku dimarahi atau dipukul ibuku. Ya, tentu dengan disertai tangis ibuku sendiri. Sambil memukulku dia menangis, sambil menasehatiku dia menangis. Tetapi sesering itu pula aku lupa segala nasihatnya dan ajarannya.

"Siapa yang bertelinga hendaklah ia mendengar…"

Pagi ini kuingat kembali semua peristiwa itu dengan senyum simpul di bibirku. Kasihan ibuku, aku seperti seorang yang tidak bertelinga. Sesering apapun aku mendengar nasihat ibuku sesering itu pula aku melupakannya. Mungkin perasaan ibuku sama dengan perasaan Yesus saat melihat aku. Aku yang mengaku hambaNya, atau aku yang telah diangkat menjadi anakNya.

Yesus bilang aku diciptakan seturut rupa dan gambarNya. Yang notabene pasti mulia dan indah. Tapi tak terhitung berapa kali aku merasa minder dengan keberadaan diriku.

Yesus bilang cintailah Tuhan Allahmu dengan segenap hati, kekuatan dan pikiranmu. Tapi tak jarang pula aku lebih mencintai diriku sendiri dan melupakan Tuhanku. Lebih memilih untuk santai menyendiri dan menutup diri dalam kamar daripada melayani sesamaku. Walau Yesus sudah memberitahu aku bahwa dengan melayani sesamaku aku juga melayani Dia.

Yesus bilang setialah dalam perkara-perkara kecil nanti aku baru akan dipercaya dengan perkara besar. Tapi seringkali aku malah menginginkan diriku kelihatan dalam perkara-perkara besar walau aku sendiri malah tidak setia dalam perkara kecil seperti menjalankan komitmenku atau janjiku pada temanku atau pada Tuhan. Lebih senang jalan-jalan daripada ikut dalam kegiatan komitmenku.

Yesus bilang percayalah pada Tuhan. Tapi tak jarang pula aku malah lebih percaya dengan temanku atau diriku sendiri. Malu kalau diminta untuk melayani.

Bahwa jika diantara aku dan sesamaku ada iri hati dan perselisihan, bukankah hal itu menunjukkan aku masih hidup secara duniawi? Tapi masih sering aku memikirkan diriku lebih penting dari teman-temanku yang menyebabkan iri hati dan perselisihan begitu mudah terlihat dalam kehidupanku.

Yesus mengajarkan tentang KASIH, yang tidak mencari keuntungan sendiri, tidak pemarah, tidak menyimpan kesalahan orang lain, tidak bersukacita karena ketidakadilan. Tapi tak jarang pula aku mencari keuntungan sendiri dengan melemparkan tanggung jawab pada orang lain padahal dirikulah yang seharusnya bertanggung jawab, tak jarang pula aku marah dan diam-diam menyimpan kesalahan orang lain yang membuat aku dengan sengaja menjauhi orang orang yang bersalah kepadaku.

Yesus bilang kalau aku dan semua temanku adalah sama dimataNya. Tapi aku sendiri kadang masih membeda-bedakan sesamaku. Merasa kalau aku berbeda dengan yang lain. Hanya karena aku lebih suka berdoa, hanya karena aku lebih banyak membaca atau lebih lama ikut dalam kegiatan rohani.

Ah, "Siapa yang bertelinga hendaklah ia mendengar…"

Aku rasa selama ini aku tidak 'mendengar' apa yang telah aku dengar. Semua hanya angin lalu, masuk telinga kiri keluar telinga kanan. Mungkin ini mengapa ibuku menangis saat menasihatiku atau menghajarku. Mungkin pula Yesus juga menangis saat kembali melihat aku lupa akan nasihat dan ajaranNya.

Satu hal aku percaya, sama seperti ibuku, Yesus tetap mencintai aku.

"Siapa yang bertelinga hendaklah ia mendengar…"

Tuhan memberkati,
Kwang

kembali ke awal



WHAT TIME IS THE MASS?

Singapore, 25 November 2002

"What time is the Mass?" Salah satu pertanyaan yang mengelitik dan yang menyedihkan kata Romo yang membawakan Perayaan Ekaristi pada Minggu pagi kemarin di Gereja Christ the King. Satu pertanyaan yang ditanyakan seorang umatnya yang tinggal di Ang Mo Kio, via telepon. Padahal orang tersebut telah tinggal selama 20 tahun di Ang Mo Kio dan masih juga ia tidak tahu jadwal parokinya (Yang notabene juga di Ang Mo Kio).

Sempat aku berpikir bahwa wah Romonya kok gitu, bagaimana kalau si umat itu hadir di sana. Dan memang lagi ingin kembali ke gereja/berkomunitas setelah sekian lama menghilang. Sekali dengar komentar sang Romo bisa-bisa jadi ngga datang lagi deh.

Lalu kupejamkan mataku, kurenungkan kalimat itu. Dan aku sadari bahwa ada yang hilang. Awareness and willingness, aku rasa itu yang hilang dari pertanyaan si umat. Lalu, kuingat pula kebingungkan ku kemarin, aduhhh hari ini ada pertemuan doa ngga yach, aduhhh kapan latihan nyanyi, kapan nih acara adorasi. Wah kalau dipikir-pikir sama dengan pertanyaan si umat tersebut,

Awareness and willingness, itu yang hilang dari pertanyaan tersebut.

Sering aku berpikir bahwa aku sudah memberikan yang terbaik baik gereja dan komunitasku, udah cukuplah. Tapi Tuhan nyatakan padaku bahwa aku masih terlalu jauh.

Kadang aku berpikir buat apa aku mengingat semua jadwal-jadwal itu, toh nanti akan aku terima sms yang mengingatkan tentang jadwal tersebut. Buat apa aku repot report mikirin latihan, toh nanti tetap akan ada yang mengajak aku untuk latihan. Atau buat apa aku mengingat nada nada lagu yang dinyanyikan, toh nanti bisa liat buku atau seadanya deh.

BUT, I MISS THE BIGGEST POINT!

Point terpenting yang adalah apakah aku
memberikan yang terbaik dari milikku bagi komunitasku, yang juga berarti bagi Tuhanku.

Kalau aku mau memberikan yang terbaik dari diriku, dengan kerendahan hati mengingat semua jadwal tersebut. Mengingat lagu lagu sehingga aku bisa membantu dalam nyanyian dengan yang terbaik dari kemampuanku.

Ku ingat bacaan Injil hari ini (Lukas 21: 1 -4), Dua peser uang yang dimasukan si janda tua lebih berharga dari ratusan yang dimasukan oleh saudagar-saudagar kaya raya itu. Karena si janda memberikan yang terbaik dari dirinya. Walau kecil sekalipun itu merupakan yang paling berharga dari miliknya.

SMALL IS BEAUTIFULL, yah, walaupun sekecil apapun usahaku kalau aku berikan dengan yang terbaik akan menjadi suatu yang indah dimataNya.

Awareness and Willingness, dua hal yang tidak terlepaskan satu sama lain.

Aku perlu untuk lebih aware dengan sekitarku.
Aku perlu untuk lebih willing dalam memberikan apa yang aku miliki
Aku perlu untuk memberikan diriku, apa adanya demi kemuliaanNya.

Jadi ingat lagu yang akan dinyanyikan untuk Pertemuan PD nanti.

Ku bri yang terbaik,
BagiMu Kurelakan segalanya.
Yang terbaik, BagiMu Sg'nap hatiku, dan sg'nap jiwaku.

Terima kasih Tuhan, Allah Roh Kudus, dalam kesederhaanMu, Engkau mengingatkan aku kembali akan hal hal dasar dalam kehidupan kristiani bersamaMu. Terima kasih.

Tuhan memberkati,
Kwang.

kembali ke awal



ITULAH YANG BIKIN SERU!

Singapore, 09 Desember 2002

Hari Kamis, 5 Desember 2002 lalu. Setelah satu hari sebelumnya kita bercapek-capekk ria menyelesaikan Misa dan Adorasi. Kita berkumpul bersama di tempat tante Hedy dalam rangka Q & A with Romo Yohanes. Tidak banyak yang hadir pada hari itu. Mungkin kecapekan atau mungkin sibuk dengan kegiatan masing-masing.

Acara di mulai dengan ramah tamah (Biasa bawaannya makan mulu), setelah tunggu punya tunggu, akhirnya acara dimulai dengan puji-pujian dan doa bersama.

Diawali dengan sepatah kata dari Pelayan wilayah kita (Fenni), romo Yohanes mulai di jelali dengan pertanyaan-pertanyaan yang seru.

Saat Romo mulai menceritakan pengalaman-pengalaman manis dan pahit selama membangun Komunitas ini. Ada yang mendukung, ada yang kurang mendukung bahkan ada yang tidak mendukung. Beliau menceritakan tentang sikap karakter dan sifat dari orang orang yang pernah ditemuinya atau bahkan dia kenal.

Satu hal yang menarik perhatian saya adalah kata "Itulah yang bikin seru…"

Itulah yang bikin seru, yaitu adanya perbedaan sikap ataupun pendapat. Ini menunjukkan betapa Tuhan kita itu jauh lebih besar dari apa yang kita kira. Tidak ada satu manusia pun yang Ia ciptakan sama.

Tapi kadang kita lebih suka menikmati atau mencari orang orang yang kita anggap 'sama' dengan kita. Kalau berbeda dikit "yachhh ngga bisa in dech ama dia". Ngga cocok dech ama dia, susah dech.

Kita lupa kalau inilah yang bikin seru, dalam arti inilah yang bisa membuat kita bertumbuh dalam kesetiaan ataupun pengharapan kepada Tuhan. Melihat keunikan satu dengan yang lain.

Kita lupa kalau ini juga menunjukkan bahwa takaran yang Tuhan pakai buat kita itu jauhhhh lebih tepat dibanding takaran yang kita pakai. Karena Yesus melihat semua manusia bukan hanya beberapa manusia.

Memang semua itu tidak ideal, tapi itu relita. Kalau ideal-nya sih semuanya se-ide dan se-pendapat (tentu saja yang dimaksud adalah ide dan pendapat yang positif). Tapi pada realitanya itu jarang sekali terjadi (bukan berarti tidak bisa), dan biasanya yang seru-seru itu yang terjadi.

Kalau saya hubungkan dengan pembicaraan saya dengan Elren (Julianto dan Silvy) pada hari Jumat di NUH (Sehabis bertemu dengan si kecil Aaron). Kata "Saya tidak cocok" atau "Dia kok gitu" atau "Kok bisa yach dia gitu" atau "Gila, ada yach org kayak gitu.." atau yang lain lain. Itu semua karena adanya takaran yang ada dipikiran kita. Baru kita bisa mengatakan hal hal seperti itu.

Dengan tidak sadar kita sudah menghakimi orang yang kita bicarakan. Saya rasa, waktu Yesus mengatakan janganlah kita menghakimi dengan takaran kita sendiri, Yesus tidak hanya bermaksud tentang penghakiman yang dilakukan oleh orang orang terhadap si wanita yang ketahuan berzinah. Yang notabene udah ketahuan berbuat salah.

Tapi terlebih, sikap hati dan pikiran kita sehari-hari.

Kata-kata di atas tersebut, hanya bisa kita keluarkan karena orangyang kita bicarakan tersebut tidak sesuai dengan apa yang ada di dalam pikiran kita.

Ihh norak banget sih dia (hanya karena si A lebih suka memakai pakaian yang tidak kita sukai model atau warnanya).

Gila kok ada yahh orang kayak gitu (hanya karena si B tidak suka bla bla yang kita sukai)

Dia kok gitu yach, and so on and so on.

WHY?? hanya karena mereka melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan apa yang biasa kita lakukan (atau notabene berbeda dengan kita).

Sama seperti orang farisi yang terus menerus menegur Yesus atau murid-Nya saat mereka melakukan sesuatu yang berbeda dengan mereka. Orang-orang farisi tersebut menilai Yesus dan murid-Nya dengan takaran mereka sendiri. Takaran yang kalau boleh diartikan kebiasaan kita, diri kita, pikiran kita.

Tapi yach, idealnya sih kita tidak seperti itu, tapi realitanya mungkin berbeda.

Saya mengucapkan syukur pada Tuhan akan hal diatas yang saya sharingkan, ideal dan realita, menghakimi. Itulah yang bikin seru. Ops, bukan berarti kita berpasrah dengan segala hal-hal yang seru itu (yang hehehe notabene biasanya membuat orang jadi ribut atau bermusuhan).

Tetapi terlebih bagaimana kita masing-masing mau merendahkan hati kita dan menerima hal-hal yang bikin seru itu. Untuk apa? Tak lain untuk belajar dalam pengharapan dan iman kepada Tuhan.

Itulah yang bikin seru. Dan at least semua itu berarti buat saya.

Tuhan memberkati,
kwang

kembali ke awal



NATAL SEPERTI APA YANG AKU INGINKAN?

Singapore, 11 Desember 2002

Tak terasa 2 minggu lagi natal tiba. Suasana natal sendiri dapatku lihat sejak beberapa minggu sebelumnya. Mall, Jalan jalan, Rumah-rumah semuanya terhias indah dengan hiasan berwarna merah, teman-teman mulai merencanakan liburan mereka, dan lain-lain sebagainya, yah memang selalu begitu rasanya.

Natal tahun ini adalah Natal ke-dua bagiku sejak aku datang bekerja di Singapura. Tak berbeda jauh rasanya hiasan-hiasan yang aku lihat di semua tempat yang aku kunjungi. Bahkan terlihat bahwa semua tempat tersebut seakan-akan berlomba untuk menjadi yang terindah pada natal ini.

Masih ku-ingat pertanyaan dari Romo Fernandez (Christ The King Church) pada Homili yang beliau berikan. "What kind of Christmas that you want?". Ya, Natal seperti apa yang aku inginkan tahun ini. Ku-coba mengingat natal-natal di tahun yang telah lewat, teringat juga akan kerinduanku atau bahkan janjiku pada masa-masa advent sebelum menyambut natal.

Ah, rasanya semuanya telah terlupakan. Masih kuingat juga kukatakan pada diriku pada natal tahun lalu bahwa aku akan berusaha lebih lagi belajar mengenal Tuhan Allah Tritunggal yang kudus. Masih kuingat juga janji dan petisi yang aku cetuskan dalam hatiku.

Tapi rasanya semua telah terlupakan dalam perjalanan satu tahun ini.

Natal tetaplah sebuah natal, Yesus tetap akan hadir seperti tahun tahun sebelumnya. Tentu saja, sebab Dia adalah setia. Tapi apakah aku akan tetap sama? Masih terbungkuskan dengan dosa-dosa yang sama? Keterikatan-keterikatan yang sama? Masih berkutat dan bergumul dengan hal-hal yang sama?

Ingin rasanya aku menangisi diriku sendiri kalau kuingat siapa dan apa diriku sebenarnya.

Dari tahun ke tahun, rasanya tidak ada yang dapat aku tawarkan kepada Tuhanku pada hari natal, tidak ada yang istimewa. Masih saja aku seperti mereka yang menutup pintu penginapan dan membiarkan Yesus lahir di palungannya walaupun Ia telah berkali-kali datang mengetuk hatiku. Masih saja aku terbungkus dengan dosa dan keterikatan yang sama.

Ya, Natal seperti apa yang aku inginkan tahun ini?

Yang bisa aku lakukan adalah terus berharap kepadaNya.

Semoga suatu saat nanti Natal akan lebih berarti bagi diriku yang hina ini. Membuka hatiku dan benar benar berjuang untuk bebas dari segala kebodohanku, kesombonganku dan kenistaanku.

Semoga bukan hiasan dunia yang aku kenakan untuk menyambut Dia di tahun ini, tapi dengan kekudusan yang rasanya sudah susah sekali aku temukan dalam diriku.

Satu harapanku adalah walau pada akhirnya aku tidak dapat masuk ke dalam surga dan bersama Dia, biarlah Dia boleh melihat aku dari kejauhan sebagai seorang pejuang yang terus berusahan untuk masuk ke dalam surga dan berkumpul bersama Dia.

Jesus Son of David, Have mercy on me, I am a sinner.

Yang berdosa,
Kwang.

kembali ke awal



HAPPY NEW YEAR SAHABATKU

Singapore, 31 Desember 2002

Tak terasa tahun 2002 hampir aku habiskan. Masih ku ingat pada akhir tahun lalu dirumah temanku, kami berkumpul bersama bernyanyi, berdoa merayakan malam tahun baru. Masih kuingat samar-samar satu persatu kami kumandangkan petisi dan harapan untuk tahun mendatang, tahun 2002 ini. Dan sekarang tahun 2002 hampir berakhir.

Tak terasa begitu banyak hal baru yang telah aku lalui, begitu banyak cerita yang aku lewati bersama teman-temanku semua. Ya, bersama teman-temanku. Keluargaku dan orang yang aku kasih tidak dapat bersamaku, mereka ada nun jauh di sana di Indonesia. Tak jarang kesendirianku di singapura ini membuat aku merasa sepi.

Untung Tuhan tempatkan aku ditengah-tengah teman-temanku ini.

Teman-teman yang berjalan bersamaku saat aku jatuh, dan bersama-samaku saat aku gembira. Teman yang mungkin kadang menyebalkan atau bahkan kadang sangat menggembirakan. Semuanya Tuhan tempatkan disekelilingku. Ada yang dari Jakarta, dari Samarinda, dari Ujung Pandang, Surabaya, Bangka, Palembang, Bandung dan lain-lainnya.

Masih kuingat saat aku jatuh dan merasa tidak layak untuk melayani, mereka menguatkanku. Masih kuingat saat aku cemas akan kehilangan pekerjaanku, dan mereka ada di sana menemaniku. Masih kuingat saat aku letih dan sakit, mereka ada disana berdoa untukku. Masih, masih dan masih kuingat semuanya.

"Aku akan menyertaimu sampai akhir jaman", kata Yesus.

Mungkin ini salah satu jalan yang Ia tunjukkan kepadaku bahwa Ia tetap selalu menemani aku sampai akhir jaman. Walau aku tidak dapat melihat Ia secara nyata, tapi Ia tempatkan malaikat-malaikatnya di sekelilingku agar aku dapat melihat Dia dalam kehidupanku yang nyata ini.

Tapi, tak jarang juga aku kurang menghargai sosok Yesus yang tercermin dalam sahabat-sahabatku ini. Seringkali aku merasa kesal dengan mereka dengan segala alasan yang membuat aku layak untuk merasa kesal. Jam karet-lah or omongannya-lah ataupun sikapnya, atau ini atau itu. Alasan-alasan yang aku buat karena aku tidak dapat menerima keberadaan diri mereka apa adanya.

Berapa kalikah aku harus mengampuni saudara-saudaraku, tanya Petrus. Tujuh puluh kali Tujuh kali, kata Yesus. Tujuh yang berarti sempurna menunjukkan bahwa aku harus mengampuni diriku dan siapapun secara sempurna seperti Yesus telah mengampuni aku.

Satu hal lagi yang Tuhan ajarkan padaku melalui sahabat-sahabatku ini. Tak ada kata yang dapat aku ungkapan selain syukur dan terima kasih kepada Tuhan dan juga kepada sahabat-sahabatku ini.

Terima kasih atas WAKTU yang kalian bri.
Terima kasih atas KASIH yang kalian bri.
Terima kasih atas PENGAMPUNAN yang kalian bri.
Terima kasih atas PENGHARAPAN yang kalian bagi.

Selamat menyambut Tahun Baru 2003 dan semoga kita selalu bersatu di dalam nama Tuhan kita Yesus Kristus.

Tuhan memberkati,
Kwang

kembali ke awal



APA ARTINYA BAGI SAYA?

Singapore, 13 Januari 2002

(Misa tanggal 12 Januari - Pembaptisan Yesus).

Pembaptisan. Apakah artinya bagiku?

Sejenak aku berpikir, setelah hampir 5 tahun lebih sejak pembaptisanku dulu apakah arti pembaptisan bagiku? Kemanakah pembaptisan itu membawa diriku sejauh ini? Dan apa yang telah aku lakukan melalui pembaptisanku?

Kalau ku ingat saat dulu aku berjuang mati-matian untuk tetap mengikuti kelas katekumen yang menjadi pra-syarat untuk menerima pembaptisan sebagai anggota keluarga Katolik sungguh membuat aku bertanya-tanya saat ini. Kemana semua buah perjuangan yang secara pribadi menurutku lumayan berat, apakah setelah dibaptis dan menjadi seorang Katolik itu sudah cukup bagiku?

Benar sekarang saya telah menjadi seorang Katolik dan saya bangga karena itu, tetapi apakah sudah selesai perjuanganku?

Sekarang aku belajar untuk melayani, ikut persekutuan doa, ikut bergabung dalam komunitas. Kalau kulihat scheduleku rasanya udah cukup padat dibandingkan dulu, sekarang jadwalku penuh dengan segala kegiatan yang katanya berbau kerohanian. Tapi apakah itu yang menjadi tujuan saat aku dulu berjibaku selama 1 tahun lebih untuk bertahan dan belajar menjadi Katolik?

Lalu kuingat banyak temanku yang dibaptis sejak dilahirkan. Mungkin mereka tidak merasakan apa yang aku rasakan di masa katekumen. Tapi aku pikir, mereka pasti memiliki suatu pengalaman kerohanian tersendiri melalui pembaptisan tersebut.

Kembali ku bertanya, apa sih sebenarnya arti pembaptisan bagiku?

Dan apa yach kira kira arti pembaptisan bagi teman-temanku?

Tuhan memberkati,
Kwang.

"Bukan apa yang dapat negara berikan kepadamu yang harus kamu tanyakan melainkan apa yang dapat kamu berikan bagi negaramu itulah yang harus kamu tanyakan". (George Washington).

"Bukan apa yang dapat Gereja Katolik berikan kepadamu yang harus kamu tanyakan melainkan apa yang dapat kamu berikan bagi Gereja Katolik itulah yang harus kamu tanyakan".

kembali ke awal



HEMAT VS BOROS

Singapore, 14 Januari 2002

"Maka sekarang, sama seperti kamu kaya dalam segala sesuatu, -- dalam iman, dalam perkataan, dalam pengetahuan, dalam kesungguhan untuk membantu, dan dalam kasihmu terhadap kami -- demikianlah juga hendaknya kamu kaya dalam pelayanan kasih ini." (2 Korintus 8:7)

Ibuku sering sekali mengingatkanku tentang hemat. Dari sejak aku kecil bahkan sampai sekarang ini. Setiap kali aku menelpon ke rumah, tak pernah sekalipun dia lupa mengingatkan aku untuk berhemat. Hemat dalam berbelanja atau belanja seperlunya. Hemat dalam waktu atau jangan menggunakan waktu untuk sesuatu yang tidak berguna. Hemat dalam tindakan dalam arti jangan melakukan sesuatu yang tidak berguna.

Tapi sering juga aku berpikir, hidup hanya sebentar buat apa kita berhemat. Nanti hasil jerih payahku sendiri tidak dapat aku nikmati. Sering pula aku katakan hemat hemat nanti sewaktu aku mati semua yang aku hematkan tidak dapat aku bawa.

Tapi aku sadar kalau itu hanya menunjukkan kematerialistisan diriku semata. Setiap mendengar kata hemat atau berhemat yang aku pikirkan hanyalah harta kekayaan materi.

Aku tak sadar kalau hemat juga bisa aku lakukan untuk banyak hal. Seperti hemat waktu, hemat bicara, hemat kerja, hemat berpikir, dan hemat lainnya.

Hemat waktu maksudnya kita berhemat atas waktu yang telah Tuhan berikan pada kita di dunia ini. Tidak menghabiskan waktu dengan melakukan sesuatu yang sia-sia atau bahkan menjauhkan diri dari Tuhan yang memberikan waktu pada kita. Ya seperti menonton televisi (sepakbola tepatnya kalau untuk saya) sampai berlarut larut dan lupa akan komitmen dan kewajiban kita untuk mengucap syukur atas waktu yang telah Tuhan beri.

Hemat bicara bukan berarti kita diam seribu bahasa. Bukan pula berarti kita cuek dengan sesama atau biar kelihatan "cool". Tapi hemat dalam berbicara yang sia-sia yang dapat menyakiti Tuhan atau sesama (sorry guys kalau gue bawel). Yang dapat berakibat merusak hubungan kita dengan teman bahkan saudara, yang berarti pula merusak hubungan kita dengan sosok Yesus yang dipancarkan dari mereka.

Hemat kerja bukan berarti kita berleha-leha saat melihat orang lain bersusah-susah. Melainkan kita berhemat dalam melakukan pekerjaan yang sia-sia pula. Yang sia-sia? Pekerjaan apa? Pekerjaan yang membuat diri kita lebih mementingkan diri kita sendiri dari pada orang disekeliling kita. Saat kita memilih untuk tidak melihat orang yang membutuhkan pertolongan di sekeliling kita dengan berbagai alasan yang kita buat agar kita tidak merasa bersalah. Ya, seperti perumpamaan orang samaria yang baik hati, yang lebih memilih membantu daripada berlalu, dia sudah berhemat kerja.

Hemat berpikir bukan berarti kita harus menjadi orang-orang intelek yang bodoh dan malas. Hemat berpikir berarti hemat dalam memikirkan yang tidak sehat, tetapi lebih memikirkan hal-hal yang membangun sesama dan kita bersama Tuhan. Hemat memikirkan gosip tetangga, hemat memikirkan mengapa si A ini begitu atau si B ini begini yang pada akhirnya hanya akan memperkeruh masalah. Hemat memikirkan kekwatiran akan sesuatu yang kita sendiri tidak tahu apakah itu benar atau tidak.

Kalau aku pikir-pikir lagi, ada tersirat maksud "boros" disana. Setelah berhemat akan hal hal diatas, sepertinya aku harus memboroskan diriku dengan melakukan segala sesuatu yang menjadi lawan dari hemat di atas.

"Maka sekarang, sama seperti kamu kaya dalam segala sesuatu, -- dalam iman, dalam perkataan, dalam pengetahuan, dalam kesungguhan untuk membantu, dan dalam kasihmu terhadap kami -- demikianlah juga hendaknya kamu kaya dalam pelayanan kasih ini." (2 Korintus 8:7)

Rasanya aku harus "memboroskan" diriku dengan membagi-bagikan waktuku untuk melayani sesamaku daripada melayani diriku sendiri. "Memboroskan" diriku dalam berbagi perkataan yang menguatkan saudaraku disaat mereka kesusahan. "Memboroskan" diriku untuk lebih menyediakan waktu untuk Tuhan dan temanku yang membutuhkan. Bukan hanya teman yang aku sukai tapi semua dari mereka yang aku kenal dan kasihi.

"Memboroskan" yang tentu saja tanpa melupakan sisi "hemat" yang tertulis diatas.

Hemat vs Boros, ah, sepertinya ibuku lebih mengerti apa yang baik untuk diriku. Jadi kangen sama ibu.

Cheers,
Kwang

"Kita adalah manusia Rohaniah (manusia ilahi) bukannya manusia duniawai yang melakukan hal-hal yang rohani"...

kembali ke awal



BARANG PALSU

Singapore, 16 Januari 2002

Yesus mendengarnya dan berkata kepada mereka: "Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit; Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa." (Markus 2:17)

Kemarin siang, sewaktu aku lagi asyik-asyiknya berkutat dengan programku yang harus kuselesaikan paling lambat sore ini. Tiba tiba aku ditanya oleh teman kerjaku apakah aku ingin membeli jam tangan. Ternyata, entah bagaimana 2-orang gadis dapat masuk dan menjajakan jam tangan ber-merk Swiss Army di sudut sofa tamu.

Dengan senyum manis mereka menawarkan jam yang ternyata di minati oleh sebagian teman temanku. 30 puluh dollar untuk sepasang jam tangan pria dan wanita. Murah sekali kelihatannya.

Satu hal yang lucu, semua temanku tahu kalau itu barang palsu alias bukan buatan original dari swiss army. Tapi bentuk dan rupa jam tangan tersebut tetap menarik hati setiap orang yang duduk di sana.

Kalau aku pikir pikir aku ini mirip dengan jam palsu itu.

Aku yang ber-merk-an agama Katolik di KTP-ku dan semua jadwal kegiatan pelayananku, senyum manis waktu melayani, tawa canda waktu berkumpul bersama, sikap khusyuk waktu berdoa, sampai sikap hormat mati-mati-an waktu menerima hosti.

Aku rasa dunia juga seperti itu. Aku selalu diharapkan untuk bertindak seolah-olah aku tidak pernah mempunyai masalah, tidak boleh menunjukkan kesakitan atau kepedihan yang sedang kita alami. Aku tidak dapat pergi ke sekolah sambil menangis tanpa di ejek atau digosipin orang. Tidak bisa pergi ke kantor dengan wajah depresi karena tekanan pekerjaan. Atau bahkan tetap harus tersenyum sewaktu berkumpul bersama di persekutuan doa walau perasaan lagi sedih.

Aku juga merasa kalau di dunia ini orang-orang tidak perduli apakah aku ini palsu atau tidak. Malah lebih suka yang palsu-palsu.

Yang penting jam tangan-nya murah, kata temanku. Yang penting aku tidak merepotkan orang lain dengan segala kesedihan, sehingga tidak menghabiskan waktu mereka untuk berbicara padaku.

Aku lebih disukai kalau aku tidak bermasalah, kalau aku kelihatan selalu ceria, kalau aku selalu dapat memberikan jawaban yang menyenangkan hati dan kalau aku menutup mulutku pada waktu aku ingin sekali mengatakan bahwa aku terluka.

Tapi satu hal yang aku mengerti adalah walau murah dan menarik, jam tangan palsu tersebut biasanya akan lebih cepat rusak dibandingkan yang asli. Karena bahan dan onderdil yang palsu pula yang digunakan didalamnya.

Sama halnya dengan diriku yang palsu ini, aku tau memang aku akan kelihatan menarik jika aku selalu terlihat dalam kepalsuanku, tetapi aku juga tau kalau aku akan lebih cepat 'rusak' karena kepalsuanku.

Aku juga berpikir pasti capek sekali rasanya menjadi manusia "carbon-copy". Yang terang dihalaman depan tetapi semakin kabur jikalau dilihat lembar demi lembar di belakangnya. Kelihatan selalu ceria dan bahagia tetapi hancur di dalamnya.

Dan, aku percaya bukan itu yang Yesus mau dari diriku. Dia tidak perduli betapa baiknya diriku, betapa jeleknya diriku atau betapa hancurnya hatiku. Yang Dia perduli adalah keberadaanku yang sebenarnya.

Dia tidak mau kita datang kepada Dia dan tersenyum serta berkata, "Oh, I am doing just fine, thanks!" Sekali-kali tidak. Karena Dia tidak seperti dunia ini, kalau aku ngga ok, aku juga percaya Tuhan dapat menerimaku dalam ketidak-ok-an ku.

So, I said to myself. Stop saying that you are ok when actually you are not ok. God can deal with it and Stop playing cool.

Tapi yahh tetap saja, jam palsu itu menarik untuk di beli.

Yang mencoba tidak menjadi palsu,
Kwang.

kembali ke awal



I AM ONLY A BUSINESS MAN

Singapore, 11 Februari 2002

Kunyalakan TV-ku setelah sekian lama aku berjuang keras untuk tidur. Kutatap judul film yang ditayangkan saat itu "THE PRACTICE" (Saya rasa semua tau film ini. Salah satu film yang bertemakan tentang hukum dari sekian banyak film yang ada).

Tertarik, ku ikuti jalan cerita film yang memang menarik bagiku (maklum cita cita jadi pengacara dulu tidak tercapai karena satu dan berbagai hal malah sekarang jadi programmer). Salah satu topik yang dibahas antara lain tentang seorang pegusaha besar yang sering menyumbang bagi sekitar di tuduh dengan sengaja membakar salah satu gudangnya demi mendapatkan uang asuransi. Pengusaha besar ini adalah satu satu idola dari si pengacara yang membela dia. Seorang Italian American yang dianggap sebagai sosok hero pada masa kecilnya karena terlihat sebagai orang yang jujur dan suka membantu masyarakat di sekitar.

Pada akhir cerita memang terbukti sang pegusaha tidak bersalah, tetapi untuk membuktikan itu ia harus membuka aibnya bahwa selama ini dia sering dengan sengaja tidak membayar pajak untuk proyek-proyek besarnya dengan tujuan untuk mendapatkan laba yang lebih besar. Ini membuat kecewa sang pengacara yang mengidolakan dia (bahkan sampai ayah sang pengacara juga mengidolakan si pengusaha).

Aku tertarik dengan kalimat yang dilontarkan sang pengusaha saat ia tahu sang pengacara begitu kecewa dengan dirinya. "I am sorry if your father and you always think that I am such a hero but the truth is … I am only a business man".

Entah mengapa kalimat tersebut menyentuhku bahkan setelah film tersebut selesai kalimat tersebut masih terngiang di telingaku.

Tapi kalau aku pikir kembali, ada benarnya juga apa yang tertulis di kalimat tersebut. Aku ini tidak lain hanya seorang "business man". Kalau mau jujur, semua apa yang aku lakukan di dalam hidup ini sama seperti si pengusaha tersebut. Semua yang ku lakukan hanya untuk mendapatkan "laba" bagi diriku sendiri.

Mungkin bisa dihitung dengan jari tanganku banyaknya pekerjaan atau tindakan yang kulakukan tanpa memikirkan apa untungnya bagi diriku. Baik sadar maupun tidak. Ya, sering sekali aku tidak sadar bahwa selalu ada kata "Aku" dalam setiap pesan yang otakku kirimkan ke dalam pikiranku.

Logika berjalan ke sana kemari mencari keuntungan bagi diriku. Sadar atau tidak sadar. Memang kadang tidak kelihatan secara nyata, tapi ah, seandainya aku mau lebih jujur mungkin memang benar bahwa "I am only a business man".

Ku angkat bantalan kepalaku, ku tatap langit dari kaca jendela kamarku.

Teringat aku akan salah satu sahabat karibku yang dahulu sering aku ajak bicara logika. Segala yang dia lakukan rasanya tidak masuk akal bagiku. Sedikit sekali rasanya kata "Aku" ada dalam tindakannya. Walau miskin materi dan lemah badani tetap saja dia memilih menyenangkan orang lain daripada dirinya sendiri.

Haha, he is not a "business man", I guess. Oh ya mother teresa juga rasanya bukan seorang business woman, LOVE UNTIL IT HURTS, hmm tidak menguntungkan bagi diriku rasanya.

What about Jesus then? Well untuk seorang yang mengajarkan kasih yang sempurna adalah kasih seorang sahabat yang mau merelakan nyawanya bagi sahabatnya. Aku rasa Dia juga bukan seorang "business man" yang baik.

Oh ya, jangan salah duga. Aku bukan orang yang memusuhi business man. Makanya aku kasih tanda petik dalam "Business man"-ku. Hobby dan panggilan setiap manusia kan beda-beda. Lagipula kalau tidak ada business man rasanya dunia jadi suram dan kesulitan ekonomi terus terusan. Aku hanya tertarik setelah mendengar kalimat si pengusaha tenar tadi.

Yang jadi pertanyaan sampai kapan aku harus terus menjadi "business man"?

Jam 02.00, mati aku. Gimana besok mau ke kantor.

Yang lagi ngga bisa tidur,
Kwang.

kembali ke awal




About Me
My Prayer Group
My Community
My Sharing
My Photo's
Sign Guestbook
View Guestbook