|
|
MY SHARING - RENUNGAN DAN CERITA
Dalam keseharian hidup ini, saya berusaha mencari kesederhanaan yang ditampilkan Tuhan dalam sesama saya ataupun dalam segala setuatu
yang saya alami. Jatuh bangun, suka duka,sering saya tuangkan dalam bentuk renungan atau bacaan.
Tidak ada tujuan untuk memegahkan diri karena hanya DIA saja yang patut kita megahkan.
Semoga sharing dan renungan saya dapat memberi berkat bagi anda semua, seperti Ia telah memberkati saya.
Tuhan memberkati.
GEMBALA DAN DOMBANYA
Singapore, 12 Mei 2003
Yohanes 10: 1-5: "Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya siapa
yang masuk ke dalam kandang domba dengan tidak melalui pintu, tetapi dengan
memanjat tembok, ia adalah seorang pencuri dan seorang
perampok; tetapi siapa yang masuk melalui pintu, ia adalah gembala domba. Untuk dia
penjaga membuka pintu dan domba-domba mendengarkan suaranya dan ia memanggil domba-dombanya
masing-masing menurut namanya dan menuntunnya ke luar. Jika semua dombanya telah dibawanya
ke luar, ia berjalan di depan mereka dan domba-domba itu mengikuti dia, karena
mereka mengenal suaranya. Tetapi seorang asing pasti
tidak mereka ikuti, malah mereka lari dari padanya, karena suara orang-orang asing
tidak mereka kenal."
Akhir-akhir ini banyak pikiran yang menghantui diriku. Kejadian-kejadian disekelilingku terutama segala sesuatu yang terjadi
di tempat aku belajar untuk melayani. Hal-hal yang aku harapkan untuk tidak terjadi setelah
2 tahun berada di sini tetap saja terjadi. Aku coba untuk mensyukuri semuanya ini seperti apa yang pernah aku tuliskan dalam
sharing "Itulah yang bikin seru!". Tapi, kesedihan diam-diam meresapi hatiku
dan membuat aku terhanyut dalam kejatuhan batin dan semangatku.
Saat kubaca Injil hari ini termenung aku dan semakin sedih rasanya. Sharing ini aku
tuliskan untuk semua teman-teman pelayananku. Teman-temanku yang menganggap dirinya senior atau teman-temanku yang menganggap
diri mereka yunior, untuk semua (Lagian di mata Tuhan sama kok).
Hari ini Yesus mengingatkan aku tentang gembala yang baik. Gembala yang dipercaya oleh domba-dombaNya (Yoh 10:1-10).
Aku tertarik dengan kalimat "Sesungguhnya siapa yang masuk ke kandang domba dengan tidak melalui pintu, tetapi
dengan memanjat tembok, ia adalah seorang pencuri dan seorang perampok; tetapi siapa yang masuk melalui pintu, ia adalah gembala domba… dan domba-domba itu mengikuti dia…".
Aku artikan kata gembala = pelayan = kita semua yang melayani Tuhan dan sesama. Kalimat
tersebut mengajarkan aku akan suatu sikap dalam pelayananku. Seorang gembala (pelayan)
yang baik adalah seorang yang "masuk melalui pintu" dan bukan dengan "memanjat tembok".
Masuk melalui pintu yang berarti melalui jalur atau jalan sebagaimana mestinya. Aku harus mentaati peraturan yang ada di
mana aku ditempatkan. Patuh terhadap pemimpin yang ada. Ya, segala wujud kesopanan dan
kepatuhan. Karena dengan begitu, barulah domba-dombaku akan mendengarkan aku.
Tapi kalau aku mau seenaknya sendiri, masuk dengan memanjat tembok, dengan sesuka hatiku menjalankan apa yang aku pikir baik bagi tempat pelayananku,
Well, walau kadang kala aku pikir apa yang aku rencanakan adalah baik bagi diriku dan persekutuanku,
TAPI tetap saja aku HARUS "masuk melalui pintu", masuk melalui jalan yang benar.
Tetap saja aku harus mematuhi peraturan yang ada, patuh pada pemimpinku dan bukan pada
keputusan diriku sendiri.
Bagaimana mungkin domba-dombaku MAU mendengarkan aku kalau aku sendiri bertindak TANPA mengikuti jalur yang benar. Bagaimana mungkin
domba-dombaku mau mendengarkan aku, seorang maling atau seorang perampok.
Aku jadi ingat pepatah: "Guru kencing berdiri, murid kencing berlari" atau "Like father like son" atau
"Like mother like daughter".
Ya, apakah aku mau domba-dombaku meniru segala tindak tanduk yang aku lakukan? Jadi ingat homili di gereja kemarin, saat Romo
menceritakan ttg domba yang satu persatu terjun ke dalam jurang. Yah, karena domba-domba tersebut tidak dapat menemukan sang gembala.
Yang mereka temukan adalah maling dan perampok yang menggiring mereka ke dalam jurang.
Atau aku mau belajar untuk menjadi seorang gembala yang baik. Yang melakukan segala sesuatu sesuai dengan peraturan yang ada, jalur yang
benar tanpa mementingkan kepentingan pribadi, tanpa embel-embel yang menjadikan sumber pemecah-belah. Yang membuat domba-dombaku
bingung harus mengikuti jalan yang mana dan pada akhirnya semua jatuh ke dalam jurang
dan terhilang.
Yesus sendiri mengatakan, "…ia berjalan di depan mereka dan domba-domba itu mengikuti dia, karena mereka mengenal suaranya. Tetapi seorang asing pasti
tidak mereka ikuti, malah mereka lari dari padanya, karena suara orang-orang asing tidak
mereka kenal.." Mungkin pada akhirnya yang aku perlukan adalah kerendahan hati untuk mau dan rela melepaskan keegoisan pribadiku dan mulai melihat kepentingan orang banyak.
Memang aku sadari kadang kerinduanku yang muncul dalam hati adalah untuk melayani orang
banyak, tetapi kadang aku juga dibutakan oleh keinginan diri yang membuat aku lupa bahwa aku adalah anggota tubuh dari
persekutuan doaku. Anggota tubuh yang berarti aku tidak dapat lepas dari anggota-anggota lainnya.
Yang berarti aku harus menghormati anggota-anggota lainnya.
Ah, aku rindu, aku rindu. Dan Yesus, gembala yang mau aku tiru, adalah gembala yang masuk
melalui pintu, sebab Dialah pintu itu sendiri. Pintu kerendahan hati, Pintu ketaatan, Pintu kelemahlembutan. Hanya dengan masuk
melalui pintu sajalah aku baru dapat bertemu dengan Bapaku.
Kutanyakan pada diriku sendiri, Aku? Seorang Gembala atau Maling?
God Bless,
Kwang
Yohanes 10:9-15 Akulah pintu; barangsiapa masuk melalui Aku,
ia akan selamat dan ia akan masuk dan keluar dan menemukan padang rumput. Pencuri datang hanya untuk mencuri dan
membunuh dan membinasakan; Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan. Akulah gembala yang
baik. Gembala yang baik memberikan nyawanya bagi domba-dombanya; sedangkan seorang upahan yang bukan gembala, dan yang bukan pemilik
domba-domba itu sendiri, ketika melihat serigala datang, meninggalkan domba-domba itu lalu lari, sehingga serigala itu menerkam dan
mencerai-beraikan domba-domba itu. Ia lari karena ia seorang upahan dan tidak memperhatikan domba-domba itu. Akulah gembala yang baik
dan Aku mengenal domba-domba-Ku dan domba-domba-Ku mengenal Aku sama seperti Bapa mengenal Aku dan Aku mengenal Bapa, dan Aku memberikan
nyawa-Ku bagi domba-domba-Ku.
kembali ke awal
PEACE BE WITH YOU
Singapore, 20 Mei 2003
Penat, kesal, capek rasanya diriku dengan
keadaan yang aku alami sekarang. Entah mengapa rasanya seluruh apa yang aku lakukan hanya
menghasilkan ketidakdamaian dalam diriku.
Seperti tadi malam, kembali aku terjebak dalam emosi jiwa yang mengekang diriku. Kembali aku ribut dengan pacarku. Entah apa
yang menjadi penyebab, mungkin hanya sikap kekanak-kanakan yang menyelubungi diri kami atau perasaan
sepi yang menyelimuti diri kami karena terpisah oleh jarak yang jauh.
Belum lagi perasaan bersalah yang menyerang diriku pada hari minggu lalu, saat aku dengan gegabah menunjukkan sikap ketidaksukaanku
terhadap temanku yang aku lihat masih bersantai saat tahu bahwa waktu yang kami miliki tidak
banyak saat mau menghadiri pertemuan dengan suster Elizabeth. Karena sikapku yang bodoh
mereka tidak jadi menikmati santapan pagi mereka.
Ditambah lagi tekanan akan kebimbanganku apakah harus pindah ke Kuala Lumpur atau tidak, mengingat keputusan dari kantorku
yang rasanya sudah final. Bingung pergi atau mengundurkan diri saja dan mencari pekerjaan
baru. Discernment dalam hal ini? Wah rasanya sulit saat batinku diisi dengan kepenatan akan semua yang aku hadapi ini.
Oh ya, belum lengkap rasanya jika tidak ditambahkan dengan sikap temanku yang rasanya (aduh) terlalu hitung-hitungan dalam melakukan
pekerjaan.
Wah rasanya langit mau runtuh dikepalaku deh.
Puji Tuhan atas semuanya itu. Karena aku tahu Dia tetap bersamaku dalam segala yang
aku hadapi. Pagi ini, bagai tersiram air yang sejuk, hatiku dapat merasa tenang dan
damai. Tidak lain dari 2 hal yang menyejukkan aku.
Email dari Fenni (Pelayan Wilayah KTM)
Temanku, Fenni, berbagi dengan kami apa yang menggoda pikirannya akhir-akhir ini. Segala pemikiran yang mungkin juga membuat
dia merasa tidak merasa damai. Segala kejadian yang mungkin membuat dia merasa marah atau jenuh
atau bahkan capek.
Ya, segala pemikiran dan kejadian yang bisa dibilang mirip dengan apa yang aku hadapi. Hanya berbeda subject saja, dia dengan
segala pemikirannya dan aku dengan segala pemikiranku.
Bukan indahnya pengertian dan panjang emailnya yang menyejukkan hatiku, tetapi 2 kalimat yang menggores hatiku. Kata "campur tangan Tuhan udah banyak sekali" dan "memiliki pelayanan yang sejati"
Dua kata yang menyadarkan aku bahwa Allah tetap perduli dengan apa yang aku hadapi dan juga walaupun segala permasalahan
yang aku hadapi, apakah aku masih dapat memiliki sikap pelayanan yang sejati? Campur tangan Allah yang aku terima tanpa aku sadari,
tanpa mengucapkan syukur.
Memang kadang mudah bagiku untuk mengatakan bahwa Allah perduli, Allah maha baik, Allah yang setia, dll dll. Tetapi kalau tidak
aku tunjukkan dengan sikap hidupku rasanya semua hanya omong kosong belaka (note: bukan Allah
yang omong kosong tetapi aku yang terlalu mudah mengeluarkan kata kata tersebut tanpa mengimani kata itu sendiri. Allah tetap setia
hanya aku saja yang tidak setia).
Bacaan Injil hari ini (Yohanes 14:27-31)
"Peace I leave you; my peace I give you. I do not give you as the world gives. Do not let your heart be troubled and do not be afraid…."
Yesus yang sebelum meninggalkan aku di dunia untuk bersatu dengan Bapa di surga telah meninggalkan damaiNya bagiku, damai yang bukan berasal dari dunia ini. Damai yang
tidak dapat di jangkau oleh pengertian manusia (Filipi 4:7).
Ya, aku berkata pada diriku sendiri, aku perlu mencari damai itu di dalam hatiku. Dengan bantuan Allah Roh Kudus yang telah diutus untuk mengajarku dan mengingatkan
aku tentang semua yang telah diajarkan Yesus pada diriku. Aku berkata lagi pada diriku, damai itu telah aku terima. Damai yang mengalahkan segala kejenuhkanku, damai yang mengalahkan
segala kebosananku, keletihanku dan mengalahkan dosaku.
I want to be at peace with myself, with Jesus, with my loved ones, with all of you. Peace be with all of you.
Ah, puas rasanya dapat mengeluarkan segala kepenatan diriku dalam tulisan ini.
Allah mengerti, Allah perduli, segala persoalan yang kita hadapi Tak akan pernah, dibiarkanNya, ku-berjalan sendiri, s'bab Allah perduli.
Tuhan memberkati,
Kwang
kembali ke awal
AKU SEORANG ANGGOTA KTM??
Singapore, 02 Juni 2003
Tergesa-gesa aku berjalan menuju MRT. Biasa, terlambat bangun, sama seperti hari senin
yang lalu-lalu. Seiring berjalannya MRT, teringat aku akan Doa Penyerahan yang seharusnya aku doakan setiap pagi. Maklum, Doa
Penyerahan adalah salah satu komitmen bagiku yang telah memilih untuk menjadi anggota Komunitas Tritunggal
Mahakudus.
Ku buka Doa Penyerahan-ku (thanks buat yang design Doa Penyerahan baru, kecil dan pas di dompet), dan mulai kubaca baris
demi baris sampai kata Amin yang mengakhiri doa-ku yang singkat tersebut.
Seiring tanganku melipat kembali lembaran Doa tersebut, ada perasaan yang membuat aku kembali ingin membaca baris baris tulisan tersebut dengan lebih tenang. Entah
mengapa.
Ya, kata Paulo Coelho dalam bukunya Alchemist, itu tandanya Omens. Mungkin Roh Kudus ingin
menyampaikan sesuatu kepadaku. Dan menyerah, ku baca kembali Doa Penyerahan tersebut.
Judulnya yang tertulis, DOA PENYERAHAN, Ya suatu doa yang berarti bahwa aku siap
untuk berserah kepada Tuhan atas hari ini. Aku diingatkan bahwa saat aku memilih untuk
membaca Doa tersebut aku telah memilih untuk berserah kepada Tuhan. Dan bukan berserah pada pikiran dan ion-ion otakku yang bekerja.
Paragraf pertama, Allah Tritunggal yang Mahakudus, Bapa Putra
dan Roh Kudus kami bersyukur dan berterima kasih atas segala kasih dan rahmat yang telah kami peroleh hingga saat ini.
Aku bertanya, sudahkah aku berterima kasih atas segala kasih dan rahmat yang telah kami
peroleh hingga saat ini. Aku lihat kata 'Kami' bukan kata 'aku' yang tertulis di sana. Ya,
kami yang berarti seluruh anggota KTM dimanapun kami berada. Sudahkah aku mengucapkan syukur
tersebut? Atau aku hanya sibuk memikirkan diriku sendiri? Bahkan walau hanya memikirkan diriku sendiri, sudahkah aku mengucapkan
syukur dan terima kasih tersebut?
Paragraf kedua, Pada permulaan hari ini kami menyerahkan
Bapak Pendiri dan seluruh anggota komunitas; para suster Putri Karmel para frater CSE dan saudara-saudari kami dari Komunitas
Tritunggal Mahakudus beserta segala rencana kerja kami ke dalam penyelenggaraanMu.
Aku bertanya, sudahkah aku menyerahkan segala rencana kerja kami ke dalam penyelenggaraan
Tuhan. Bukan hanya rencana kerjaku saja, tetapi rencana kerja kami. Ya, bukan karena
aku tidak suka dengan rencana si A, maka aku memilih untuk tidak mendoakan rencana tersebut. Atau bahkan celakanya aku
memilih untuk mendoakan agar rencana si A tersebut tidak berjalan lancar hanya karena aku dengan
bodoh berpikir dengan otak kecil ini bahwa hanya rencanaku saja yang tepat bagi orang
disekelilingku. Aduh, celaka. Paragraf ketiga, Kami serahkan diri kami seutuhnya kepadaMu.
Bentuklah, ubahlah, pakailah kami sesuai dengan kehendakMu. Lindungilah kami dari roh-roh jahat dan dari segala pengaruh kuasa
kegelapan. Aku bertanya, sadarkah aku bahwa aku bukan
butuh perlindungan untuk membuat aku menghakimi teman-temanku tetapi aku butuh perlindungan dari roh-roh jahat dan segala pengaruh
kuasa kegelapan.
Sering kali rasanya aku dengar diriku menilai si A begini, karena si A begini, aku balas aja. Enak aja marah-marah kepadaku,
aku balas saja, siapa takut. Emang aku ngga bisa? Atau yang lebih halus, udah ah aku udah capek
dengan si A, biarin aja sampe hancur sekalian. Atau tuh kan akhirnya si A mengaku juga kalau dia salah. Padahal semua itu hanya
kebodohanku saja yang tidak dapat berlindung dari segala pengaruh kuasa kegelapan.
Paragraf ke-empat, Bimbinglah kami agar kami senantiasa sadar
untuk hidup di hadiratMu. Siang malam berjaga-jaga dalam doa dan merenungkan hukumMu. Berkatilah kami agar kami dapat menghayati semangat
dan cara hidup yang telah Kau nyatakan melalui Bapak Pendiri kami, serta melaksanakan cinta persaudaraan yang tulus ikhlas dalam
kehidupan sehari-hari.
Aku bertanya, cara hidup yang telah Tuhan nyatakan melalui Romo Yohanes apa yach? Teringat akan cemooh dan permusuhan yang ditimbulkan
oleh banyak orang saat beliau rindu untuk mendirikan Komunitas ini. Dan apa yang beliau lakukan, beliau tetap menjalankan semuanya dengan cinta dan kasih persaudaraan
yang tulus. Sampai Tuhan menyatakan semuanya dan memberkati beliau sehingga Komunitas ini
tetap exist sampai sekarang bahkan bertumbuh sampai kepelosok bumi.
Dan aku? Apakah aku sudah menghayati itu? Atau aku malah menghayati hukum rimba? Mata bayar mata, darah bayar darah? Marah
dibayar marah, dengki dibayar dengki, iri dibayar iri, dsb dsb. Paragraf kelima, Pakailah kamu sebagai saluran cinta kasihMu
kepada sesama serta alatMu yang peka dan rela guna terlaksananya kehendak dan rencana keselamatanMu di dunia ini.
Aku bertanya kembali, sudahkah aku memakai diriku untuk menyalurkan cinta kasih Bapa
kepada sesamaku? Sudahkah aku menjadi alat yang peka dan rela? Peka terhadap sekeliling kita, peka membedakan yang baik dan buruk.
Serta rela menerima segala tantangan dan bentrokan tetapi tetap menjadi saluran cinta Tuhan? Atau aku lebih suka melaksanakan
kehendak dan rencana diriku? Paragraf ke-enam, Penuhilah hati kami dengan cinta dan kuasaMu agar kami terbuka terhadap karya dan
bimbingan Roh Kudus.
Karya dan bimbingan Roh Kudus, tepat sekali. Bukan karya dan bimbingan emosi hatiku yang
buta akan kekuasaan dan kekayaan dunia ini. Yang terwujud dalam kesombongan, iri hati, kedengkian, cinta diri, perasaan yang
merasa orang lain bersalah dan aku tidak. Tapi sudahkah aku terbuka akan karya dan bimbingan
Roh Kudus yang tidak lain adalah perwujudan kasih dan pewartaan akan Tuhan. Ya, akan Tuhan
dan bukan akan diriku sendiri.
Paragraf terakhir, Biarlah hidup kami menjadi pujian bagi
kemuliaan namaMu. Amin. Ya, kemuliaan Mu Tuhan, bukan kemuliaan dan kemegahan namaku.
Ah, mungkin ini suatu pentacosta baru bagiku, Allah Roh Kudus ingin menyadarkan aku di hari yang baru ini. Aku yang telah
memilih untuk menjadi anggota KTM, sudahkah aku melaksanakan Doa Penyerahan ini dan memuliakan Tuhan? Atau ini hanya sekedar bacaan pagi yang aku
telan saja. Sejenak aku bertanya, apakah aku seorang anggota KTM?
Komunitas Tritunggal Mahakudus harus menjadi
tanda bagi nilai-nilai yang mengatasi dunia, tanda pengharapan bagi yang putus asa, tanpa penghiburan bagi yang berduka dan menderita,
serta penuntun pada perjumpaan dengan Allah yang hidup.
Ingatlah selalu: "ALLAH HIDUP DAN AKU BERDIRI DIHADAPANNYA"
Keep your head up, guys.
God Bless,
Kwang
kembali ke awal
PENTAKOSTA APA ITU?
Singapore, 10 Juni 2003
Satu hal yang terus menggangu pikiran sejak selesainya perayaan Pentakosta yang aku hadiri
hari minggu lalu (08 Juni 2003). PENTAKOSTA, Hari Ulang Tahun gereja di dunia ini. Hari dimana Roh Kudus tercurah atas murid-murid
Yesus. Hari perayaan terbesar bagi gereja.
Tapi, apakah aku sadar akan itu? Ataukah ini hanya satu hari seperti hari-hari yang telah aku lewati? Hari yang sebenarnya
aku nanti nantikan, hari dimana aku seharusnya berpesta dan berbahagia sebab Roh Kudus kembali
memenuhi diriku, yang lama telah berlalu dan yang baru telah datang.
Tapi, kok tidak terasa sekali dalam kehidupanku? Rasanya pesta ulang tahun temanku lebih meriah
dari pesta ulang tahun gerejaku ini.
Hari ini, 2 hari sudah aku lewati ulang tahun tersebut, ya, rasanya sama seperti hari-hari
lain. Sudah lupa rasanya bahwa Roh Kudus baru saja kembali memenuhi hidupku, walau
tidak dalam bentuk lidah lidah api atau angin yang bergemuruh.
Pentakosta, apakah itu artinya bagiku?
Mungkinkah, Roh Kudus juga menantikan pesta dari anak anaknya? Pesta yang bukan hanya
berhura-hura berteriak selamat pentakosta, atau bernyanyi sekuat tenaga. Melainkan berpesta membagikan buah-buah RohNya yang hidup
di dalam setiap kita? Berdoa dan bersujud dihadapanNya, bersekutu dengan saudara-saudari lain dalam
kerinduan menantikan curahan kuasaNya seperti yang dilakukan anak-anaknya (para rasul) 2000 tahun lalu?
Tapi rasanya aku terlalu sibuk dengan diriku sendiri. Kalau aku tanyakan pada diriku sendiri,
apa yang aku lakukan pada hari pentakosta tersebut? Apakah aku benar benar merindukan curahan Roh Kudus atas diriku kembali? Hmm
rasanya tidak.
Ah, apa arti pentakosta bagi diriku?
Hari ini, kembali aku diingatkan dengan garam dan terang dunia melalui bacaan injil. Satu
hal yang aku rindukan dalam hidupku, menjadi terang dan garam dunia ini. Menjadi sesuatu yang dapat menambahkan rasa dalam dunia
ini.
Suatu kerinduan yang bertolak belakang rasanya dengan sikap yang aku tunjukkan saat merayakan hari Pentakosta gereja. Bagaimana kerinduan
tersebut dapat tercapai kalau diriku sendiri tidak mengerti dan rindu akan pentakosta baru dalam hidupku.
Ah, ironis sekali rasanya. Semoga suatu hari aku benar benar dapat merasakan pentakosta baru dalam diriku.
Well, semoga doa bagi pentakosta di bawah ini benar benar dapat mengubah pengertianku akan Pentakosta yang Tuhan hadiahkan
bagiku.
A Prayer for Pentacost
Spirit! Power and Passion of my being, press upon my heart your profound love. Move through
the fragments of my days; enable me to sense your fiery Presence consecrating my most
insignificant moments.
Spirit! Source of Vision, Perceptive Guide, permeate the moments of my choices when falsehood and truth both call to me. Turn me toward
the way of goodness, so that I will always lean toward your love.
Spirit! Blessing for the heart grown weary,
encircle me with your loving energy, empower me with your active gentleness. Deepen within me a faith in your dynamism which strengthens
the weak and the tired.
Spirit! Breath of Life, Touch of Mystery,
you are the ribbon of inner connection, uniting me with the groaning of all creation.
Because of you, my life gathers into a oneness. Keep me attentive to this interdependence.
Fill my being with constant compassion and a deep hope that knows no bounds.
Spirit! Dwelling Place, Sanctuary of Silence, you are the home for which I deeply yearn. You are the resting place for which I long.
I find both comfort and challenge in you. Grant that I may keep my whole self-open to the transforming power of your indwelling,
that I may ever know the blessings of your tremendous companionship.
© Joyce Rupp
out of the ordinary
Yang rindu untuk diubahkan,
Kwang
kembali ke awal
ARE U DEAD YET?
Singapore, 10 Juli 2003
Yohanes 12:24,"Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya
jikalau biji gandum tidak jatuh ke dalam tanah dan mati, ia tetap satu biji saja; tetapi jika ia mati, ia akan menghasilkan
banyak buah.
"Unless the grain fall to the ground and died, it remains as single grain with
no life". Lagu yang sering kita dengar saat perayaan ekaristi, lagu yang dikutip dari Yohanes 12:24. Lagu ini mengajarkan
kita tentang 'kematian' yang dibicarakan oleh Yesus saya dia berada ditengah-tengah orang-orang ramai yang mengelu-ngelukan dia
saat dalam perjalanan ke Yerusalem.
Biji gandum haruslah mati di dalam tanah, terbelah dan barulah dapat bertumbuh dan
menghasilkan buah. Ya, secara biologisnya aku kurang mengerti proses bertumbuhnya biji gandum tersebut menjadi buah. Tetapi
pada umumnya demikianlah karya nyata sebuah biji untuk memberikan hasil buah yang melimpah.
Mati, tumbuh dan berbuah.
Mati di sini bukan berarti si biji benar-benar mati. Mati di sini berarti si biji meninggalkan
ke-biji-annya dan membiarkan dirinya hancur, rusak dikarenakan akar yang mulai bertumbuh dari dirinya. Lama kelamaan si biji
akan hilang lenyap dan berubah menjadi akar.
There will be no resurrection with death. Tepat sekali, tidak akan ada kebangkitan
tanpa kematian. The resurrection comes only as we pass through the death. Inilah janji
dari Tuhan, seperti yang ditunjukkan melalui PutraNya Yesus.
Sebenarnya ini bukan hal yang baru bagi kita semua pengikut kristus. Karena bukan hanya
dalam kitab Yohanes saja kita diajarkan tentang hal ini. Sebagai contoh, bacaan hari ini
menceritakan tentang Yusuf. Yusuf yang 'mati' dari segala keberadaan dirinya, dibuang dan
dijual sebagai budak. Tetapi dia 'berbuah' dan menjadi berkat bagi keluarganya bahkan bagi Israel.
Abraham? Mematikan dirinya untuk menyerahkan Ishak
menjadi kurban dan kemudian berbuah menjadi Bapa segala orang beriman. Yunus bin Amitai? Yang mematikan dirinya setelah melarikan
diri dari Tuhan saat ia diminta berangkat ke kota Niniwe, berangkat dan menyelamatkan kota tersebut dari murka Allah. Yesaya? Yeremia? Yang mematikan diri mereka dari ketakutan
atau perasaan tidak layak untuk menjadi seorang hamba Tuhan. Yang akhirnya berbuah
dan menjadi nabi nabi besar. Dan masih banyak lagi contoh
lainnya.
Dalam pendek kata, In order to become a capable of serving the
Lord and his people, we have to suffer the loss of our own self-directed lives. Untuk mencapai ini, God allows difficult circumstances
as opportunities for dying to our old self and allowing our new life in Christ Jesus to emerge.
Ya, sering sekali kita mendengar diri kita mengeluh akan keberadaan sekeliling kita. Sebenarnya kalau boleh kita jujur terhadap
diri kita sendiri semua keluhan tersebut hanyalah sikap egois diri kita karena kita merasa berbeda (mungkin?) atau karena sesuatu
yang tidak sesuai dengan pemikiran kita, sesuatu yang tidak berkenan dengan mata kita, atau pikiran kita atau sikap hidup kita.
Well, mungkin kita perlu membalikkan pola pikir dan perasaan kita, dan mulai melihat bahwa Tuhan mengijinkan keadaan yang sulit
ini sebagai suatu kesempatan bagi kita untuk mematikan diri dan membuahkan suatu hidup di dalam kacamata Tuhan.
Me, personally perlu belajar tentang hal ini. Aku yang sibuk memikirkan masa depanku, sikap teman-temanku atau keadaan sekelilingku
yang sering membuat aku mengeluh dan berputus asa.
Kalau kita lihat rahasia Yusuf tidak lain adalah kesetiaannya dalam Tuhan. Ia tidak pernah berhenti berharap kepada Tuhan. Walau
dalam kesusahan, terjual menjadi budak, dituduh merayu istri orang, terpisah dari keluarga, Ia tidak pernah mengeluh tetapi terus berharap
kepada Tuhan.
Saat itulah secara tidak sadar Yusuf diasah dan dimurnikan oleh Tuhan sendiri melalui kesulitan dan kesusahannya. Dan semuanya
ini membuat dia mampu melayani Tuhan dan sesama terlebih lagi ia menyelamatkan bangsanya. Hendaknya kita juga percaya bahwa kalau kita
rela perjalanan hidup Yusuf sendiri dapat menjadi perjalanan hidup kita sendiri.
Verily, verily, I say unto you, except a corn of wheat fall into the ground and die, it abideth alone: but if it die, it bringeth
forth much fruit. Unless we humble our self and die to our self, we remain as nothing. But if we died
to our self, we will bring many souls to our Lord.
So, Are u dead yet?
A prayer quote from "The Word Among Us"
"Heavenly Father, I surrender my life to your refining fire. I know that suffering is not easy, but I also know that you can
use it to form me into your servant. In difficulties, help me keep my eyes on you, so that I never lose sight of your love for me". Amen.
Happy serving,
Kwang
kembali ke awal
DEATH IS AT WORK IN US, BUT LIFE IS AT WORK IN YOU
Singapore, 25 Juli 2003
Seminar hidup baru yang persekutuanku adakan baru saja selesai. Puji Tuhan atas kemurahanNya,
hanya itu saja yang bisa aku ungkapan semenjak awal persiapan dan selesainya acara tersebut.
Hari ini, setelah 2 minggu berlalu, kembali aku disibukkan dengan retret yang akan kami
adakan. Retret Karunia Roh Kudus, retret yang menurutku akan benar benar membantu kami yang rindu untuk melayani Tuhan lebih
lagi dan membantu kami untuk mengembangkan talenta dan karunia yang Tuhan berikan.
Tapi, aku akui bahwa semuanya ini cukup melelahkan diriku secara jasmani. Disibukkan dengan masalah pribadiku, pekerjaanku dan
juga persiapan pelayanan bagi retret ini. Seperti tadi malam, rasanya semua tulang-tulangku lepas
dari engselnya (haha alasan biar ngga datang meeting tadi malam).
Tapi, aku akui juga (Puji Tuhan), bahwa Tuhan begitu sempurna dalam kebaikkanNya. Tiap
hari aku tetap diberikan satu hari lagi untuk melakukan segala yang dapat aku lakukan bagi Dia dan sesama. Masih bisa bangun,
diberikan tenaga baru untuk bekerja dan berkarya dalam hari yang baru tersebut.
Aku jadi teringat akan para rasul dahulu, setelah Yesus naik ke Surga dan Roh Kudus dicurahkan, mereka bekerja dan berkumpul memuji Tuhan bersama-sama, tanpa mengenal
lelah melayani dan menjalankan tugas amanat dari Yesus sendiri.
Mengenai pelayanan mereka, I bet they too was tired, very tired I think, why?? Pertama karena musti jalan kaki, no taxi, no
bus and no MRT (hehe), paling keren juga mereka naik keledai. No aircon and fan, hanya angin
semilir yang bertiup. Entah bagaimana rasanya keletihan mereka waktu itu.
Aku juga tertarik dengan apa yang dikatakan
Rasul Paulus kepada jemaat di Korintus pada
bacaan hari ini, 2 Korintus 4:7-15, tertulis:
7But we have this treasure in jars of clay to show that this all-surpassing power
is from God and not from us. 8We are hard pressed on every side, but not crushed; perplexed,
but not in despair; 9persecuted, but not abandoned; struck down, but not destroyed. 10We always carry around in our body
the death of Jesus, so that the life of Jesus may also be revealed in our body. 11For we who are alive are always being given
over to death for Jesus' sake, so that his life may be revealed in our mortal body. 12So then, death is at work in us, but life
is at work in you.
13It is written: "I believed; therefore I have spoken."[1] With that same spirit of faith we also believe and therefore speak, 14because we know that the one who raised
the Lord Jesus from the dead will also raise us with Jesus and present us with you in his presence. 15All this is for your benefit, so that the grace that is reaching more and
more people may cause thanksgiving to overflow to the glory of God.
Bacaan ini menunjukkan betapa sulit pelayanan para rasul dahulu dan betapa mereka rindu
nama Tuhan dipermuliakan. Tubuh mereka, mereka gambarkan sebagai bejana tanah liat sehingga orang dapat melihat bahwa kekuatan
yang mereka miliki benar benar nyata berasal dari Allah. Dalam pelayanan mereka, mereka ditindas, terjepit, habis akal, dianiaya dan
dihempaskan. Namun kekuatan yang berasal dari Tuhan itu tidak membuat mereka putus asa.
Satu kalimat yang menyentuh hatiku adalah So then, death is at work in us, but life is at work in you.
Mereka bekerja dan melakukan pelayanan mereka tidak lain untuk kita sekarang ini
(para jemaat gereja). Mereka ditindas, disiksa dan dianiaya tetapi mereka melakukan semuanya
itu dengan setia, mereka dengan setia membawa salib Yesus di dalam hidup mereka. Mereka
letih dan capek, tetapi mengucapkan syukur atas kekuatan yang ada dalam mereka.
Sedikit Intermezzo: Sering aku dengar orang berpendapat bahwa kalau sudah hidup di dalam
Tuhan segala permasalahan akan hilang dan hidup akan berkelimpahan (mengutip Yohanes
10:10b). Tetapi bagiku semua itu hanya persepsi yang salah, suatu persepsi untuk memuaskan diri jasmani dan otak pikiran kita
saja. Apa yang di alami para rasul di masa pelayanan mereka, itulah yang akan kita jalani
di dalam dunia ini. Suka atau tidak, dalam arti kita harus memikul salib kita seperti Yesus
memikul salib. Walau mungkin bukan penyiksaan dan penganiyaan yang sama tetapi kita masing
masing pasti memiliki pergumulan sendiri sendiri. Paling tidak rasa letih dan capek pasti akan tubuh kita alami.
But then, aku bertanya, apakah aku mau seperti para pendahuluku dulu? Menjalani semua apa
yang aku alami sekarang sampai mati giat bekerja di dalamku agar hidup dapat giat
bekerja di dalam orang lain? Terdengar kecil dari hatiku berkata mau, walau perasaan kecut menyelubungiku (Gimana kalau nanti
dianiaya, disiksa dan dihempaskan???) BUT we can beat that; let's work together so that the
grace that is reaching more and more people may cause thanksgiving to overflow to the
Glory of God.
Mari melayani! Dengan kekuatan dan kesadaran bahwa kita telah dipilih oleh Dia untuk bekerja
di ladangNya. Kita telah diberikan karunia untuk mengetahui rahasia kerajaan Sorga, banyak nabi dan orang benar ingin melihat
apa yang kita lihat dan mendengar apa yang kita dengar tapi mereka tidak mendengarnya (Mat 13).
"Biarlah Rohmu menyala-nyala dan layanilah Tuhan", "dan apapun yang
kamu lakukan bagi mereka yang kecil ini kamu lakukan untukKu, dan apapun yang tidak kamu lakukan
bagi mereka yang kecil ini kamu tidak melakukannya untukKu"
"Apapun yang kamu perbuat, buatlah dengan
segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan
untuk manusia" (Kolose 3:23)
Tapi ingat, musti tetap istirahat yang cukup, jangan overworked and susun prioritas, bawa rencana kerja kita ke dalam Tuhan. Jangan
asal ngebut saja. I think you know what I mean.
God Bless,
Ordinary Man
kembali ke awal
WHAT CAN I SAY? I AM AMAZED
Singapore, 30 Juli 2003
Tidak sedikit waktu yang aku habiskan untuk memikirkan judul apa yang pantas untuk mewakili
apa yang hendak aku bagikan dalam pengalaman kali ini. Rasanya tidak ada.
Baru saja, aku dan teman-temanku menyelesaikan satu rahmat yang diberikan Tuhan kepada kami
semua, yaitu melayani dalam retret karunia Roh Kudus. Retret yang diadakan selama 2
malam 2 hari ini berjalan dengan baik tanpa kekurangan satu apapun. Retret ini dipimpin
oleh Frater Valent dan Suster Stefani dari Cikanyere.
Bukan isi retret yang hendak aku ceritakan, tetapi betapa aku merasa berharga dimata Tuhan, betapa aku dibuat untuk semakin menyadari
bahwa bukan karena kebaikanku, kerajinanku bahwa kasih Tuhan mengalir, melainkan hanya kasih karunia dan rahmat kerahiman-Nya
saja yang membuat semua begitu indah. Kudengar dari beberapa teman-temanku sharing para peserta saat fellowship di meja
makan siang ataupun malam. Ada yang mengatakan, sukacita begitu terpancar dari wajah saudara/i peserta retret yang mereka temui. Ada
yang mengucapkan terima kasih, ada yang sampai meneteskan airmata mengucapkan terima kasih
karena membuat hidupnya menjadi lebih berarti atau bahkan karena bersukacita dapat teman
baru. Ya, Tuhan memang mengerti segala kebutuhan anak-Nya.
Satu hal yang membuat aku meneteskan air mata adalah kesaksian dari si kecil Jofian, seorang anak berumur 10 tahun yang
menderita kanker di telinganya. Datang dari keluarga yang bukan kristiani, mereka sekeluarga datang ke Singapore dengan tujuan untuk mengobati
si kecil Jofian. Pada hari terakhir retret, dalam misa penutup, Jofian dan ibunya datang dan diberi kesempatan untuk memberi
kesaksian mereka. Doa si kecillah yang membuat aku terenyuh ditempat dudukku, doa yang penuh
dengan iman, doa yang mungkin hanya sebesar biji sesawi yang dapat memindahkan gunung penyakit dalam dirinya.
"Tuhan saya percaya, kalau Tuhan
telah menyembuhkan saya. Penyakit saya sudah dilemparkan ke dalam laut dan telah menjadi batu
karang. Sekarang aku sudah sembuh, Amin"
Suatu doa yang sederhana yang benar benar membuang gunung kanker di telinganya. Dia menjadi sembuh. Dokter dokter tidak dapat
mempercayai apa yang mereka dapatkan. Mungkin ini sebabnya mengapa Yesus pada injil Lukas mengatakan "Sesungguhnya, barangsiapa tidak menyambut
kerajaan Allah seperti seorang anak kecil,
ia tidak akan masuk ke dalamnya" (Luk 18:17)
Ya, Jofian menyambut pewartaan akan firman Tuhan yang dia dengar, dari doa Romo yang mendoakan dia, dari beberapa kami yang
mendoakan dia. Dia menerima dan masuk ke dalamnya. Dan di dalam Dia tidak ada sesuatu yang mustahil bukan?
Seperti yang dituliskan pada bacan Injil
hari ini, "Kerajaan Allah itu seumpama harta yang terpendam
di ladang, yang ditemukan orang lalu dipendamkannya
lagi. Oleh sukacitanya pergilah Ia menjual
seluruh miliknya lalu membeli ladang itu" (Mat 13:44)
Aku kutip dari meditations The Word Among Us, Mungkin kita sering mendengar tentang firman di atas, bahwa kita adalah pencari
harta yang terpendam tersebut, saat kita menemukannya di dalam iman dan kepercayaan kita, kita buang manusia lama kita
dan mengenakan manusia baru kita. Kita buang segala keduniawian kita dan membeli 'ladang' tersebut.
Tetapi apakah kita pernah berpikir bahwa kita sendiri adalah harta terpendam tersebut?
Harta terpendam yang Yesus temukan di dunia ini. Harta terpendam yang ditutupi oleh debu dosa dan kegelapan dunia ini. Tetapi,
Yesus menyerahkan semua harta surgawi-Nya untuk membeli kita dan membuat kita menjadi harta-Nya
di dunia ini. That's how valuable we are to him. Kita mungkin merasa tidak pantas dan
sering melihat diri kita sebagai harta yang tidak berharga, terutama saat kita jatuh
dalam dosa dan keterbatasan kita.
Ku ingat saat aku ngobrol dengan temanku saat retret, dia merasa bahwa belum saatnya
bagi dia untuk melayani Tuhan. Ya, tidak lain karena merasa belum pantas dan masih
jauh dari apa yang dibutuhkan untuk melayani. Dia merasa dirinya berdosa dan tidak dapat melayani.
Klise memang, tapi itu pernah aku alami bahkan pernah semua orang alami. Tapi kalau dipikir, jikalau kita menunggu sampai kita kudus
baru melayani, wah kalau begitu tidak ada orang yang layak untuk melayani Tuhan. Seperti apa yang diutarakan suster dalam pengarahannya,
kita akan terus dikikis dan diubahkan sepanjang perjalanan pelayanan kita.
Father Romano Guardini pernah menuliskan, "but his seeing is an act of love. With his seeing, he embraces his creatures, affirms
them and encourages them, since he hates nothing that he has created. His seeing rescues them from degeneration and decay" (The Living God, pp. 41-42)
With all faith, ku katakan pada diriku, janganlah menahan dirimu dari cinta kasih Tuhan. It
is a love that rejoices in your goodness. Ah, ingin rasanya kembali menjadi anak kecil dan hanya menurut dan percaya kepada Bapaku.
Tulisanku sudah berakhir tapi tetap saja tak ada judul yang pantas rasanya untuk mengungkapkan
kemurahan-Nya. What can I say? I am amazed. Seperti yang kuungkapkan melalui laguku ini.
Tak ada kata yang dapat kugunakan
Tuk mengungkapkan cintaMu (padaku dan)
Tak ada lagu yang dapat melantunkan
Betapa indah kasihMu
Dan kubawa diriku, padaMu
Dan kubawa hatiku, bagiMu
Ku angkat tanganku…
Dan kusembah Engkau, dan ku sembah Engkau
Dan kusembah Engkau, dan kusembah Engkau
Yesus Tuhanku
Semua lutut bertelut,
Semua lidah mengaku,
Kau lah Tuhan,
Allah yang berkuasa
dalam kasih-Nya,
Kwang
kembali ke awal
AS WE GATHER
Singapore, 04 Agustus 2003
As we gather, may Your spirit works within us, as we gather, may we glorify Your Name, knowing well that our hearts begin
to worship, We'll be blessed because we came, Oh Lord, We'll be blessed because we came.
Kemarin siang (Minggu), atas usul dari teman-temanku, kami berkumpul bersama di salah satu ruangan
di gereja Holy Spirit. Usul yang sangat brilliant, usul yang sangat menyentuh hatiku. Sebenarnya
usul tersebut merupakan satu hal yang biasa, hal yang lumrah. Tetapi sering sekali aku melupakan hal ini dalam kehidupan pribadiku.
Usul apa sih? Usul untuk bertemu bersama mengucapkan Syukur dan Pujian kepada Tuhan
atas berkat dan rahmatNya yang melimpah atas acara Seminar Hidup Baru dan Retret Karunia
Roh Kudus yang telah kami layani.
Kalau aku hubungkan dengan bacaan injil beberapa hari lalu, Bacaan yang menceritakan bagaimana Tuhan memberikan manna bagi bangsa Israel yang kelaparan. Menceritakan keluhan bangsa
Israel yang mengatakan bahwa Musa dengan sengaja membawa mereka keluar dari tanah Mesir agar mereka mati kelaparan di padang gurun (Kel 16:3-21)
Mungkin kita bisa mengatakan,"aduh kurang ajar sekali mereka, sudah diselamatkan
malah mencemooh dan menuduh. Dasar ngga tau berterimakasih".
Dan juga akan cerita tentang 10 orang kusta yang disembuhkan Yesus dalam perjalanannya menyusuri perbatasan Samaria dan Galilea
(Luk 17: 11-19). Bahkan Yesus sendiri bingung dan bertanya,"Bukankah sepuluh orang tadi semuanya telah menjadi
tahir? Dimanakah yang sembilan orang itu?".
Ya, hanya satu yang kembali kepada Tuhan dan mengucapkan syukur. Itu sebabnya aku tersentuh dengan ajakan
teman-temanku. Mereka tidak melupakan satu hal penting dalam hidup ini. Hal mengucapkan Terima Kasih. Mereka telah memilih menjadi
1 orang kusta yang kembali kepada Yesus untuk mengucapkan syukur dan terima kasih.
Dan karena itu juga dengan senang hati aku menerima tugas yang diembankan kepadaku, membantu dalam memimpin pujian syukur dan
terima kasih kami kepada Dia. Thanks for yesterday guys, waktu kita berdoa, aku benar
benar bahagia. Walau kondisi badan yang merasa lelah, tapi sewaktu kita mulai berdoa bersama,
rasanya hilang sudah kepenatan tubuh akibat kurang tidur semalam.
Aku kutip apa yang tertulis pada I Tesalonika 5:18 "Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab
itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu".
The steadfast love of the Lord never
ceases, His mercies never come to an end They are new ev'ry morning, new ev'ry morning,
Great is Thy faithfulness, Oh Lord, Great is Thy faithfulness.
In His Love,
Kwang
kembali ke awal
AND SHE FELT ALONE?
Singapore, 04 Agustus 2003
Once upon a time, there was a bird. He was adorned with two perfect wings and with glossy, colorful, marvelous feathers. In short,
he was a creature made to fly about freely in the sky, bringing joy to everyone who saw
him.
One day, a woman saw this bird and fell in love with him. She watched his flight, her mouth wide in amazement, and her heart
pounding, her eyes shining with excitement. She invite the bird to fly with her, and the two traveled
across the sky in perfect harmony. She admired and venerated and celebrated that bird.
But then she thought: He might want to visit far-off mountains! And she was afraid, afraid that she would never feel the same
way about any other bird. And she felt envy, envy for the bird's ability to fly.
And she felt alone
And she thought: "I'm going to set a trap. The next time the bird appears, he will never leave again."
The bird, who was also in love, returned the following day, fell into the trap and was put in a cage. She looked at the
bird everyday. There he was, the object of her passion, and she showed him to her friends,
who said: "Now you have everything you could possibly want". However a strange transformation began to take place:
now that she had the bird and no longer needed to woo him, she began to lose interest.
The bird, unable to fly and express the true meaning of his life, began to waste away and his feathers to lose their gloss;
he grew ugly; and the woman no longer paid him any attention, except by feeding him and
cleaning out his cage.
One day, the bird died. The woman felt terribly sad and spent all her time thinking about him. But she did not remember the cage,
she thought only of the day when she had seen him for the first time, flying contentedly amongst the clouds.
If she had looked more deeply into herself, she would have realized that what had thrilled her about the bird was his freedom,
the energy of his wings in motion, not his physical body.
Without the bird, her life too lost all meaning, and Death came knocking at her door. "Why have you come?" she asked the
Death. "So that you can fly once more with him across the sky" Death replied. "If
you had allowed him to come and go, you would have loved and admired him even more; alas, you now need me in order to find him
again.
Sounds familiar with the story line? Such a tragic, is it? She thinks that she can
conquer her loneliness by putting the bird into a cage. But it sound familiar rite? Sounds familiar because that is what
we use to do in our daily life. Tragic?
"The person who gives him or herself
wholly, the person who feels freest, is the person who loves most wholeheartedly". And the person who loves wholeheartedly feels
free.
God Bless U,
Kwang.
PS The story stands for all things,
not only
about man or woman, but about every
single
thing that attached to our lives.
kembali ke awal
A STAYER OR A QUITTER?
Singapore, 25 Agustus 2003
Alkisah ada sebuah cerita, ada sepasang suami istri yang saling mencinta. Si istri adalah seorang Katolik yang taat sedangkan si suami adalah seorang penganut freethinker. Selama
bertahun-tahun sang istri berdoa dengan tekun agar si suami dapat menerima Kristus dan
dibaptis. Suatu ketika doa sang istri terjawab, si suami mau dan akhirnya dibaptis sebagai seorang katolik.
Tidak lama setelah si suami di baptis, tiba-tiba ia terserang stroke dan separuh dari bagian tubuhnya menderita kelumpuhan. Sang istri sedih dan marah. Terlarut dalam kesedihannya
ia memilih untuk tidak lagi percaya kepada Tuhan, ia berhenti berdoa dan berhenti ke gereja. Tuhan menjadi objek kesedihannya. Tuhanlah yang menyebabkan suaminya menderita
kelumpuhan.
Aku lalu teringat akan cerita lainnya, alkisah ada 2 orang kakak beradik, karena miskinnya keluarga, mereka masing-masing hanya memiliki sepasang sepatu yang kumal dan tak layak
pakai sebenarnya. Suatu ketika sepatu si adik hilang karena kelalaian kakaknya, yach, secara tidak di sengaja. Pendek cerita, suatu
ketika disekolah si kakak mengadakan pertandingan lari lintas alam, dan hadiah kedua adalah sepasang sepatu putih yang cantik.
Si kakak mengikuti perlombaan tersebut dengan harapan agar ia dapat menang dan mendapatkan hadiah kedua tersebut untuk si adik. Dalam
pertandingan secara tak sengaja si kakak terjebak dalam kubangan lumpur dan sepatunya tersangkut di dalam lumpur. Tidak berhasil mengambil sepatunya kembali, si kakak terpaksa
berlari tanpa alas di tanah berbatu untuk memenangkan sepatu tersebut. Akhirnya, dengan menangis menahan sakit dikakinya, si kakak
bertahan dan terus berlari dan dia berhasil mendapatkan sepatu tersebut untuk adiknya.
A stayer or a quitter? Kalau kita lihat di sekeliling kita, banyak sekali diantara kita yang sering memilih untuk menjadi 'quitter'.
Kita lihat banyak orang memilih untuk berhenti kerja karena tidak cocok dengan atasannya, daripada mencari jalan keluar bersama atasannya.
Atau memilih keluar dari komunitas karena cekcok dengan temannya daripada mencari jalan keluar untuk memecahkan masalah. Memilih
berhenti berdoa saat masalah atau cobaan menghalang daripada bertekun didalam doa. Memilih berhenti belajar musik karena takut
susah dan menghabiskan waktu padahal awalnya bersemangat sekali.
Memilih berhenti dan lari pada saat diri kita merasa ada tembok yang menghalangi.
Aku akui menjadi seorang 'quitter' lebih mudah daripada menjadi seorang 'stayer'. Walau kalau ditanya aku pasti menjawab ingin
menjadi seorang stayer. Biar aku terlihat seperti orang yang gagah. Hahahaha.
Tapi, sebenarnya siapa yang tidak mau menjadi seorang stayer? Lebih mudah mengatakan daripada melakukan. Mungkin saat kita mengalami seperti
apa yang si istri di atas alami kita juga akan mengambil keputusan yang sama, atau dalam keadaan terjepit seperti si kakak,
kita juga mungkin melakukan hal yang mulia. Atau sebaliknya? Hanya kita yang tau, oh tidak, kita dan Tuhan yang tahu.
Aku tanya diriku, "am I a stayer or a quitter?" Ah, aku tak tahu. Anybody can help me?
God Bless,
Yang bingung
kembali ke awal
|
|