|
|
MY SHARING - RENUNGAN DAN CERITA
Dalam keseharian hidup ini, saya berusaha mencari kesederhanaan yang ditampilkan Tuhan dalam sesama saya ataupun dalam segala setuatu
yang saya alami. Jatuh bangun, suka duka,sering saya tuangkan dalam bentuk renungan atau bacaan.
Tidak ada tujuan untuk memegahkan diri karena hanya DIA saja yang patut kita megahkan.
Semoga sharing dan renungan saya dapat memberi berkat bagi anda semua, seperti Ia telah memberkati saya.
Tuhan memberkati.
ADVENT, APA YANG HARUS AKU LAKUKAN?
Singapore, 03 Desember 2003
(Di sadur dari firman yang saya bawakan di pertemuan PD).
Sharing tentang Meli dalam IN MEMORIAM - MELI membuat aku semakin sadar bahwa memang betul
sekali apa yang dikatakan firman Tuhan. Hari Tuhan siapa yang tahu? Mungkin banyak rencana yang aku buat untuk masa depanku, tetapi kalau Tuhan berkehendak lain, siapa yang
bisa menahan?
Minggu ini merupakan minggu pertama Masa Advent. Empat minggu yang disediakan
oleh Tuhan melalui Gereja Katolik bagiku untuk mempersiapkan hati menuju Natal.
Advent yang berasal dari kata Adventus (red:Coming), merupakan saat untuk mempersiapkan
diriku agar layak untuk merayakan kembali kedatangan Tuhan ke dalam dunia ini sebagai inkarnasi dari Allah Sang Kasih.
Lukas 21: 25-28 mengatakan: "Akan ada tanda-tanda pada matahari
dan bulan dan bintang-bintang, dan di bumi bangsa-bangsa akan takuit dan bingung menghadapi deru dan gelora laut. Orang akan mati ketakutan
karena kecemasan berhubung dengan segala apa yang menimpa bumi ini, sebab kuasa-kuasa langit akan goncang. Pada waktu itu orang
akan melihat Anak Manusia datang dalam awan dengan segala kekuasaan dan kemuliaan_Nya. Apabila semua ini mulai terjadi, bangkitlah dan angkatlah mukamu, sebab penyelamatanmu
sudah dekat"
Ya, masa advent adalah untuk mengingatkanku akan tanda-tanda yang Lukas tuliskan tersebut bukan untuk membuatku takut atau cemas,
tetapi tak lain agar aku lebih mawas diri dan selalu siap menyambut hari tersebut.
Kuingat-ingat tentang surat pembaca di dalam warta minggu gereja Holy Spirit yang menjadi
parokiku, seorang bapak yang mengkhawatirkan arti advent yang mulai memudar pada jaman sekarang ini. Si bapak mengatakan seingat
beliau pada masa ia muda dulu, advent merupakan masa untuk berpuasa dan berdoa serta bertobat.
Tetapi sekarang rasanya telah memudar, mungkin disebabkan karena masa advent sendiri terjepit
diantara masa thanksgiving dan natal. Jadi yang kelihatan hanya pestanya saja.
Memudarnya arti advent seperti yang disebutkan si bapak membuat aku teringat akan sharingku
terdahulu (Read: Aku seorang penyamun). Sebenarnya aku termasuk salah satu yang membuat arti advent tersebut hilang. Sebab aku sendiri membuat rumah Doa ini, tubuhku,
menjadi sarang penyamun. Dan aku lupa apa yang dikatakan oleh Paulus pada I Kor 6:19 -- "Atau tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah bait Roh Kudus yang diam di dalam kamu, Roh
Kudus yang kamu peroleh dari Allah, -- dan bahwa kamu bukan milik kamu sendiri?"
Aku bukan milik diriku sendiri, tetapi merupakan bait Roh Kudus yang diam di dalamku. Jadi ingat akan hukum terutama yang Yesus
ajarkan kepadaku. Cintailah Tuhan Allahmu dan Cintailah sesamamu seperti Tuhan telah mencintaimu.
Tapi ya, masih sering juga aku lebih mencintai diriku sendiri daripada mencintai Tuhan dan juga sesamaku.
If it is ok for me, then it's ok. Prinsip yang kadang masih berdiam kuat di dalam pikiranku.
Tapi sebenarnya apa yang harus aku lakukan pada masa advent ini?
1. MERENDAHKAN HATI DAN SADAR DIRI
Ku baca Roma 13:11-14:
"Hal ini harus kamu lakukan, karena kamu mengetahui keadaan waktu sekarang, yaitu bahwa saatnya
telah tiba bagi kamu untuk bangun dari tidur. Sebab sekarang keselamatan sudah lebih dekat bagi kita dari pada waktu kita menjadi percaya.
Hari sudah jauh malam, telah hampir siang. Sebab itu marilah kita menanggalkan perbuatan-perbuatan kegelapan dan mengenakan perlengkapan senjata
terang! Marilah kita hidup dengan sopan, seperti pada siang hari, jangan dalam pesta pora dan kemabukan, jangan dalam percabulan dan hawa nafsu, jangan dalam perselisihan
dan iri hati. Tetapi kenakanlah Tuhan Yesus Kristus sebagai perlengkapan senjata terang dan janganlah merawat tubuhmu untuk memuaskan keinginannya"
Ya, aku rasa aku benar-benar harus bangun dari tidurku, hari telah hampir siang. Jangan
sampai telat bagiku untuk bangun dari tidur ini. Jangan pula aku merawat tubuhku ini hanya untuk memuaskan keinginannya.
Tetapi aku harus mengingat terus akan perintah-perintahNya.
2. BERJAGA-JAGA DAN MELAYANI
Kemudian ku baca juga Markus 13:33-37:
"Hati-hatilah dan berjaga-jagalah! Sebab kamu tidak tahu bilamanakah waktunya tiba.
Dan halnya sama seperti seorang yang bepergian, yang meninggalkan rumahnya dan menyerahkan tanggung jawab kepada hamba-hambanya,
masing-masing dengan tugasnya, dan memerintahkan penunggu pintu supaya berjaga-jaga. Karena itu
berjaga-jagalah, sebab kamu tidak tahu bilamanakah tuan rumah itu pulang, menjelang malam, atau tengah
malam, atau larut malam, atau pagi-pagi buta, supaya kalau ia tiba-tiba datang jangan kamu didapatinya sedang tidur. Apa yang
Kukatakan kepada kamu, Kukatakan kepada semua orang: berjaga-jagalah!"
Ya, aku harus berjaga-jaga senantiasa sebab aku tidak tahu kapan saatnya Ia akan
datang atau memanggil diriku untuk menghadap Ia kembali. Kalau aku renungkan lebih
jauh lagi, aku rasa berjaga-jaga di sini dapat aku bagikan menjadi 2 kategori:
1. Berjaga-jaga dalam Doa Berjaga-jaga dalam doa berarti aku harus
terus menerus menyiapkan hatiku agar senantiasa siap saat Ia datang. Ya, jangan aku kedapatan
bermalas-malasan dalam mendekatkan diriku kepada Dia yang notabene adalah sumber segala kekuatan hidupku.
2. Berjaga-jaga dalam Kerja Kata berjaga-jaga sendiri kalau aku lihat berasal dari kata kerja. Kerja yang
menurutku tidak lain dari melayani sesama seperti yang Tuhan ingatkan bahwa itu tidak kalah
pentingnya dengan hukum yang pertama.
Tersenyum aku saat mengingat ttg berita ttg adanya sekte di kota Bandung baru baru ini
yang menyatakan bahwa bulan oktober lalu, pada tanggal dan jam tertentu merupakan akhir
dari jaman ini. Bahkan malam sebelum mereka berduyun-duyun mendatangi rumah penduduk dan minta maaf lahir dan batin. Takut tidak
di angkat kata mereka.
Bukan posisiku untuk menghakimi mereka, tapi aku rasa sudah jelas yang Yesus katakan pada firmanNya, bahwa saatNya Tuhan akan
datang, malaikat tidak tahu, bahkan putrapun tidak tahu, hanya Bapa saja yang tahu. Kok bisa
mereka tahu?
Aku rasa ini contoh berjaga-jaga yang salah, mencocokkan waktu Tuhan dengan waktu kita.
Lalu aku juga teringat akan perumpamaan talenta yang Matius tuliskan pada Kitabnya, pada
Bab 25. Tentang bagaimana sang Tuan mengambil 1 talenta dari hambanya dan memberikannya kepada si empunya 10 talenta. Terdengar kejam
rasanya, tapi aku tahu bahwa yang ingin Matius tekankan adalah aku harus mengembangkan talenta yang telah Tuhan berikan kepadaku,
secara bertanggung jawab. Bukan hanya membuat alasan-alasan yang ada yang membuat aku memendam semua
talenta yang telah diberikannya kepadaku.
Dan tentu saja MELAYANI SESAMA adalah salah satu cara bagiku untuk mengembangkan
talenta tersebut. Melayani yang bukan berarti kita sok bisa, tetapi berarti kita sadar
bahwa kita membutuhkan satu sama lain. Bahwa kita butuh merendahkan hati dan belajar untuk mengenal Tuhan dari setiap orang yang
kita temui. Ah, tak ada alasan lagi bagiku untuk tidak MELAYANI sekarang (tertawa malu).
3. MENJADI SAKSI
Terakhir, aku baca Yohanes 1:6-9
"Datanglah seorang yang diutus Allah, namanya Yohanes; ia datang sebagai saksi untuk memberi kesaksian tentang terang itu, supaya oleh dia semua orang menjadi percaya.
Ia bukan terang itu, tetapi ia harus memberi kesaksian tentang terang itu. Terang yang sesungguhnya, yang menerangi setiap orang, sedang datang ke dalam dunia".
Ya, seperti Yohanes Pembaptis, aku sebenarnya juga termasuk seorang utusan Allah. Sebab
sebelum Yesus naik ke surga, ia menyuruh para murid untuk menjadikan seluruh bangsa ini murid-muridNya (Mat 28:19-20).
Well, mau ngga mau aku juga terutus untuk menjalankan tugas tersebut bersama dengan para murid-murid
Yesus yang lain dimanapun kami semua berada.
Jadi ingat kata-kata si Fenni (Eks-Pelayan Wilayah KTM Singapore), saat aku mengatakan bahwa pamannya ikut dalam kelas katekisasi di gereja. Suatu mujijat katanya, ya,
berkat kesetiaan sang tante yang melayani si paman. Sang tante yang mengenal dan menjadi saksi
bagi Yesus membuat si paman percaya kepada Yesus.
Aku juga rindu untuk dapat menjadi seperti si tante, menjadi saksi sang Terang agar orang menjadi percaya kepada Tuhan
yang Esa. Tapi aku juga teringat banyak dari teman-temanku yang mengucapkan bahwa diri mereka belum
pantas atau ngga layak untuk menjadi saksi sang Terang, belum pantas untuk ikut serta dalam suatu pelayanan kasih. Sebenarnya
kalau kita ingat tentang ketakutan Yeremia saat Tuhan mengutusnya untuk pergi melayani Dia.
Kita tentu akan menemukan jawaban yang sama bagi diri kita yang mungkin masih merasa belum pantas atau merasa takut untuk melayani
Tuhan dan sesama.
Ah, Tuhan ALLAH! Sesungguhnya aku tidak pandai
berbicara, sebab aku ini masih muda.". Tidak berbeda jauh bukan dengan alasan-alasan
kita? Tapi ingatlah apa yang Tuhan katakan pada Yeremia: "Janganlah katakan: Aku ini masih muda,
tetapi kepada siapapun engkau Kuutus, haruslah engkau pergi, dan apapun yang Kuperintahkan kepadamu, haruslah kausampaikan. Janganlah
takut kepada mereka, sebab Aku menyertai engkau untuk melepaskan engkau, demikianlah firman TUHAN." (Yeremia 1)
Tapi memang kadang aku (kita), ini seperti orang buta. Yang hanya bisa melihat kegelapan semata. Ku ingat saat si buta dari Yerikho
minta untuk disembuhkan oleh Yesus, ia berteriak,"Yesus, anak Daud, kasihanilah aku". Aku pikir aku harus terus belajar
menjadi seperti si buta tersebut, merendahkan hati dan berteriak minta tolong kepada Yesus. Buat apa? Tidak lain agar aku boleh
terus berani merendahkan hati dan menerima semua ajakan Tuhan untuk melayani sesama, ajakan
untuk menyenangkan Tuhan yang artinya juga kebahagiaan bagi kita.
Ku sadari, seperti si buta dari Yerikho tersebut sebenarnya yang paling aku perlukan hanyalah
KASIH (LOVE IS OUT GREATEST NEEDS). Seperti si buta yang membutuhkan kasih
sesama, demikian juga diriku, serta orang-orang lain disekelilingku membutuhkan kasih Tuhan yang dipancarkan olehku dan orang-orang
lain. Bukan karena aku tetapi karena kemurahan Tuhan.
Aku sadar yang aku butuhkan hanya membuka hati saja. Apalah jadinya kalau seisi dunia ini hanya memperhatikan diri masing-masing saja. Walau kadang rasa takut masih menyelimuti,
ku ucapkan kata-kata yang mendatangkan kekuatan bagiku, I am not called to be successful, but I am
called to be faithful. Ya, seperti mother Teresa katakan, Tuhan
tidak melihat besarnya pekerjaanku, tetapi betapa besar kesetiaanku dalam melayani Dia.
Aku rasa ini yang dapat aku lakukan selama masa advent ini. Semoga masa advent
tahun ini semakin memberi arti mendalam bukan malah memudar. Seperti intensi doa dari Paus
pada bulan November: That young people may follow Christ, The
Way, The Truth, and The Life with generous enthusiasm and be ready to bear witness to
Him in all the situations in which they live. Aku berdoa agar aku dan semua orang muda
benar benar dapat memiliki kerelaan dalam melayani Dia dan sesama dan terus siap menjadi saksi bagi Dia, sang Terang dimanapun aku
dan semua orang muda berada.
Yang muda,
Kwang
kembali ke awal
GODLINESS GENES?
Singapore, 08 Desember 2003
Ku anggukan kepalaku seiring aku menutup buku yang baru selesai aku baca, Buku yang
berjudul NOT EVEN A HINT. Dalam salah satu pembicaraan, sang penulis melemparkan satu
pertanyaan, atau bisa aku sebut satu kebenaran yang sering sekali aku hadapi atau aku alami dalam kehidupanku sehari-hari.
Suatu pertanyaan yang berbunyi, Apakah anda pikir bahwa mereka-mereka atau saudara/saudari yang anda lihat secara nyata dapat
mengatasi godaan duniawi atau setia melayani itu dikarenakan mereka dilahirkan secara berbeda dengan diri
anda? Atau anda berpikir karena mereka dilahirkan dengan hormon kekudusan (Godliness Genes) yang khusus sedangkan anda tidak? Is
it because they have Godliness Genes and you are not?
Kalau aku hubungkan dengan suatu pelayanan. Kalimat tersebut memang sering aku dengar. Seperti, ah si A kan memang baik, dari
kecil udah baik, apalagi papanya itu pengkotbah jadi ngga heran kalau dia itu bisa melayani dengan baik. Atau, ah aku mana bisa,
bedalah dengan si B. Dia pintar sekali. Atau bahkan yang lebih keren istilahnya, ah mana aku
bisa, aku ngga sepeka si C.
See, kalau aku hubungkan memang benar kata-kata si penulis tersebut. Sering kali aku dengar dari diriku sendiri atau dari orang-orang
di sekelilingku. Mungkin memang di dalam pikiran kami masing-masing diam-diam tersimpan pemikiran seperti apa yang dimaksudkan
oleh si penulis. Aku dan teman-temanku berpikir bahwa kami tidak mempunyai Godliness genes
di dalam diri kita. Blame it on our parents (hahaha) karena tidak mengenal Tuhan dengan
baik sewaktu mereka menjadi perpanjangan Tuhan dalam memperbanyak isi dunia ini.
Tapi apa benar demikian? Is it really because of the Godliness Genes?
Pagi tadi aku baca sharing dari temanku Fenni. Ia membagikan kesederhanaan yang dia alami. Mengutip dari kata Mother Teresa yaitu
I AM NOT CALLED TO BE SUCCESFULL BUT I AM CALLED TO BE FAITHFULL, Fenni membagikan kasih Tuhan yang ia dapatkan
melalui firman dari Matius 21: 27-31, firman yang menceritakan tentang 2 orang
buat yang terus mengikuti Yesus sambil berseru-seru memohon kesembuhan. Dan karena Iman dan kesetiaan
mereka, mereka mendapatkannya.
Kalau aku hubungkan, sebenarnya kedua hal di atas memiliki sesuatu hubungan yang erat.
Aku pikir sebenarnya bukan karena Godliness Genes yang ada di dalam diri seseorang yang membuat ia dapat or mampu mengatasi
segala problema, atau segala perasaan ragu atau bahkan takut yang membuat dirinya tidak
dapat melihat talenta dan rahmat yang telah Tuhan berikan.
Kalaupun memang ada Godliness Genes, aku rasa ini hanya ada di dalam diri Yesus Kristus.
Dan aku pikir, yang ada di dalamku hanyalah rahmat Tuhan yang berbentuk Talenta. Aku serta semua orang di dunia ini memiliki talenta seperti yang tertulis pada Matius 25:15: "Yang seorang diberikannya lima talenta, yang
seorang lagi dua dan yang seorang lain lagi satu, masing-masing menurut kesanggupannya, lalu ia berangkat"
Jelas aku dapatkan bahwa semua dari kita diberikan talenta. Tidak ada siapapun
yang tidak Tuhan perlengkapi dengan talenta. Semua menurut kesanggupannya.
Dan yang kita perlukan bukan Godliness Genes tersebut, tetapi kesetiaan yang dimiliki oleh 2 orang buta tersebut. Fenni ungkapkan
bahwa kalau mereka tidak dengan setia mengikuti Yesus dari tengah jalan sampai pada rumah yang dituju Yesus (Matius 9:28), mungkin mereka tidak akan menerima kesembuhan.
Yup, aku juga berpikir demikian. It's just a matter of faithfulness (read: Stayer or Quitter) and not about the genes. It's about humility
too. It is just a matter whether we want to humble ourselves and serve Him who
are deserved to be served or we choose to serve our own selves? Just as simple as that.
So, kukatakan pada diriku, no such things as godliness genes. It is all coming back to me. Apakah aku mau belajar merendahkan
hati dan melihat betapa Tuhan telah menganurahi aku dengan talenta yang patut aku kembangkan guna memperluas kerajaanNya. Atau aku
hanya tetap bersikeras dengan segala alasan untuk tidak melayani Dia dengan lebih lagi. Alasan
yang menyenangkan hatiku dan bukan menyenangkan Dia yang memberi aku kesenangan.
Nah, ngga ada alasan lagi untuk tidak melayani Tuhan kan?
Makanya, aku juga bersyukur dapat menjadi anggota Komunitas Tritunggal Mahakudus yang di dalam setiap pertemuan sel selalu menekankan
pelayanan bergilir, dalam arti aku digilir bertugas sebagai pemimpin pujian atau yang membawakan firman. Bukan karena setiap dari anggota selku itu memiliki godliness gen, tetapi
malah itu menunjukkan kalau kita ngga punya
godliness genes. Semuanya sama.
Ditambah dengan kegiatan pelayanan di Persekutuan Doa, sekali lagi bukan karena yang melayani
itu memiliki godliness genes, tapi aku rasa hanya karena kesadaran bahwa kami semua butuh
akan Tuhan. Bersama-sama belajar mengenal Allah melalui talenta yang telah diberikan Tuhan kepada diri masing-masing.
Ya, aku tahu, memang kadang melayani itu melelahkan, tapi aku rasa aku harus tetap ingat apa yang Rasul Paulus katakan
pada umat di korintus seperti yang tertulis di bawah ini:
I Korintus 15:58: "Karena itu, saudara-saudaraku yang kekasih,
berdirilah teguh, jangan goyah, dan giatlah selalu dalam pekerjaan Tuhan! Sebab kamu tahu, bahwa dalam persekutuan dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia".
Ya, semuanya tidak akan sia-sia, so what are you waiting for?
Yang ngga punya Godliness Genes,
Kwang
kembali ke awal
TAK MAU MATI
Singapore, 16 Desember 2003
Minggu sore kemarin, merupakan waktu yang menyenangkan bagiku. Aku dan teman-temanku berkumpul untuk berdoa bersama dan melakukan
hal yang istimewa. Hal yang istimewa karena kami mau memilih Pemimpin baru untuk Persekutuan
Doa tempat kami melayani dan belajar bersama.
Tapi ada satu hal yang mengganggu hatiku, satu pertanyaan dilontarkan oleh salah satu anggota yang hadir, kira-kira apa yang
menyebabkan anda bersedia dicalonkan sebagai pemimpin pelayan atau ketua persekutuan doa ini untuk
tahun mendatang. Pertanyaan dadakan yang mungkin membingungkan ketiga calon yang dinominasikan.
Sejenak, setelah bingung dan ragu (well dari kacamata saya), para calon mengeluarkan pernyataan yang sedikit membuat atmosfer di ruangan
tersebut menjadi kaku. Yang pertama menyatakan, tidak bersedia dikarenakan takut tidak bisa mengatur waktu dan lebih suka melayani
di bidang lain. Pernyataan lain yang mengatakan, sebenarnya tidak bersedia, tetapi menerima secara terbuka seandainya hasil berdoa dan
pooling ternyata memilih dia, dan yang terakhir mengatakan kalau juga merasa kurang mampu, tetapi percaya kepada Tuhan seandainya
Ia terpilih, Ia percaya bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu yang mendatangkan kebaikan,
dalam arti Tuhan telah dan akan membantu.
Well, aku sebut kaku karena intinya semuanya kurang bersedia (hahahaha I'm trying to be honest guys). Atau secara positive
saat itu aku melihat hal lain, yaitu kerendahan hati para calon memilih jawaban yang tenang saat
tiba-tiba terjebak dengan pertanyaan dadakan tersebut.
Alhasil, akhirnya tinggal 2 calon yang tersedia. Lalu kami berdoa bersama, pooling dan terpilihlah salah satu diantara mereka yang lalu
dengan rendah hati menerima panggilan melayani tersebut. Yang ingin kubagikan sekarang ini bukan
tentang siapakah yang terpilih menjadi pemimpin kami yang baru, melainkan satu hal yang rasanya menjadi hal yang umum dalam kehidupanku
dan mungkin orang-orang di sekelilingku, kita semua.
Hal yang kalau boleh aku bilang memang benar adanya bahwa pada umumnya orang-orang lebih suka memilih menjadi seorang manager di suatu
perusahaan daripada menjadi pemimpin or ketua pelayanan di suatu persekutuan doa. Seandainya seorang di angkat menjadi Direktur
atau Manager disuatu perusahaan, dengan senang hati dia menerima or malah mungkin berusaha mati-mati untuk dapat naik pangkat dan maju.
Tetapi jarang sekali (note: my own opinion) aku lihat ada orang-orang, termasuk diriku,
yang dengan sukarela atau mati-mati berusaha untuk menjadi pemimpin pelayanan atau aku sebut ketua suatu persekutuan doa (red: apalagi
menjadi Imam yach, hehehe no wonder kita selalu kekurangan Imam).
Secara positive aku melihat bahwa, mungkin di dalam suatu
persekutuan yang bersifat rohani secara umum setiap anggota belajar untuk rendah hati. Dan tentunya secara positive tidak
berusaha atau memiliki ambisi yang berlebihan, atau tidak mau bersikap sombong dan tidak merasa diri mampu lebih baik daripada orang
lain. Jadinya semua menolak secara positive. Well, itu secara positive. Tapi kalau secara negative, hmm mungkinkah karena aku dan setiap orang
pada umumnya malas dan tidak mau memiliki suatu tanggung jawab yang lebih besar daripada yang dimiliki sekarang. As long as I am in my comfort zone, that's it. Don't disturb
me! Atau ah toh aku tetap melayani, buat apa tanggung jawab yang lebih besar yang hanya bikin pusing kepala.
Bingung juga, lalu aku berpikir, kira-kira apa yang Petrus pikirkan sewaktu Yesus berkata: "Dan Akupun berkata kepadamu: Engkau adalah
Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya. Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Sorga…" (Mat 16:18-19).
Tidak tertulis komentar Petrus tentang perintah Yesus tersebut, apakah dia mengungkapkan sikap positive atau negative. Tapi,
aku percaya Petrus menerima perintah tersebut dengan segala apa yang ia miliki. Bukan karena dia baik atau mampu atau pintar or bahkan
ia menjadi lebih suci.
Buktinya tidak lama kemudian malah dia dimarahi oleh Sang Guru (Ayat 23): Maka Yesus berpaling dan berkata kepada Petrus: "Enyahlah Iblis. Engkau suatu batu sandungan
bagi-Ku, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia."
Well, memang benar adanya, adakalanya aku lebih suka memikirkan apa yang bukan menjadi pikiran Allah, tapi lebih suka yang
enak-enak buat diriku. Daripada sibuk ngurus orang yang mungkin tidak dapat bekerja sama dengan diriku, lebih baik aku diam saja.
Sulit memang, tapi aku diingatkan oleh sharing temanku tentang dua laut di Palestina, Laut Mati dan Laut Galilea. Laut Galilea (atau
seharusnya disebut Danau Galilea) yang "memberi" dan laut Mati yang hanya "menerima".
Danau Galilea yang mengalirkan air dari sungai Yordan, dan laut Mati yang hanya menerima aliran air tersebut tanpa mengalirkannya
lagi. Danau Galilea yang memberikan hidup dan Laut Mati yang sesuai dengan namanya membuat segala sesuatu di dalamnya mati.
Hanya menerima dan tidak memberi, itulah yang membuat dirinya mati.
Sulit memang. Apalagi kalau aku selalu dituntut untuk bertindak rendah hati, walau kadang arti kerendahan hati tersebut saja
rasanya sudah kabur entah mengapa. Kadang saat aku rela memberikan diriku untuk melayani, ehh
takut di bilang sombong or maruk, semuanya mau di ambil, tapi kalau diam-diam seribu bahasa, ehh takut juga malah di bilang
tidak mau bekerja-sama atau tidak mau membantu melayani.
Yah, aku cuma bisa berharap dan berdoa, moga-moga aku bisa terus membagikan apa yang aku peroleh
secara cuma-cuma walau kadang hati merasa sulit untuk dimengerti. Aku mau jadi Laut Galilea saja, ngga mau jadi Laut Mati.
Ngga perduli apa kata orang nanti. Yang aku tau, aku tak mau mati.
Zakharia 4:6 "…Bukan dengan keperkasaan dan bukan dengan
kekuatan, melainkan dengan roh-Ku, firman
TUHAN semesta alam."
Yang ngga mau mati,
Kwang
kembali ke awal
AKHIRNYA (Sebuah Sharing)
Singapore, 13 Januari 2004
Piuhhh, perasaan lega yang melanda batinku saat aku menandatangani surat perjanjian kerja yang telah aku tunda kurang lebih 1
bulan lebih. Ya, akhirnya aku memutuskan untuk mengambil tantangan untuk pindah dari segala kenyamanan yang aku dapatkan di singapura
ini dan pindah ke Malaysia.
Tertawa aku membaca email-email balasan dari teman-temanku sesaat setelah aku mengirimkan kabar berita tentang keputusanku ini.
Ada yang mengucapkan selamat atas keberanianku mengambil keputusan besar ini, ada juga yang mengatakan sedih karena tidak ada teman seperjuangan
lagi alias teman gila sebab yang lain katanya pada alim-alim hahaha. Ada juga yang mengatakan selamat menempuh hidup baru hahaha ada-ada saja. Belum lagi ada yang langsung minta
pesta perpisahan, ada juga yang mendoakan suatu masa depan yang indah dan semoga Tuhan selalu membimbing langkahku.
Ada-ada saja, well, semua kelihatannya hanya seperti suatu lelucon belaka, tapi aku tahu bahwa inilah keindahan suatu komunitas. Tak jarang aku menerima semua perhatian, bantuan,
doa, dan semuanya ini secara percuma. Ya, tak jarang aku menerima semuanya itu tanpa memikirkan betapa beruntungnya aku dapat berada diantara mereka semua. Walau kadangkala
sikap tidak bersyukur yang timbul, yang aku wujudkan dengan perasaan malas untuk berkomunitas atau malah malas bertemu dengan teman tertentu. Tapi kalau aku pikirkan, inilah wujud cinta
Tuhan bagiku yang jauh dari keluarga dan orang yang aku kasihi. Tuhan menggantikan dengan sosok dan wajah baru dari sahabatku.
Aku pikir perpisahan yang sebentar lagi akan datang ini memang aku perlukan. Bukan karena aku tidak suka akan keberadaanku di singapura ini. Tetapi jujur saja, aku rasa sudah cukup
lama aku menerima segala kenyamanan hidup selama aku di singapura ini. Segala kenyamanan yang aku rasa memang aku kejar pada saat pertama kali aku memutuskan datang ke singapura
3 tahun yang lalu. Aku ingin melihat kasih Tuhan yang lebih lagi, demikian batinku berkata.
Pikiran yang mungkin lucu, pikiran yang mengatakan aku ingin melihat karya Tuhan yang lebih lagi dalam hidupku, pikiran yang mengatakan kalau aku sudah terlalu nyaman dalam hidupku
rasanya sulit melihat karya Tuhan yang memang tetap bekerja dalam hidupku ini. Ya, perasaan yang mengatakan aku tidak mau terlalu nyaman,
tapi mau tetap melihat karya Tuhan dalam hidupku.
Tapi apapun alasannya, aku telah memutuskan untuk meninggalkan singapura entah sampai kapan, sama halnya seperti aku meninggalkan
Indonesia, entah sampai kapan. Akhir kata, aku ingin mengucapkan terima kasihku kepada Tuhan. Dan juga kepada anda
semua yang membaca sharing ini. Anda semua yang telah menambahkan seberkas arti dalam hidupku, hidup yang didasari atas cinta kasih persaudaraan. Tawa dan canda, tangis, doa,
emosi dan sebagainya yang telah kita lewati bersama selama 3 tahun ini tentu akan tetap aku kenang (So, Ivah ini menjawab kan?, ngga
dilupain kan? hehehe).
Terima kasih untuk anda yang mengajarkan aku arti mengasihi. Yang mengajarkan aku tentang mengucapkan syukur, yang mengajarkan
aku tentang mencintai. Kasih menanggung segala sesuatu (1 Kor 13:7). Ya, segala sesuatu.
Thanks for everything. Tuhan memberkati anda semua.
Yang mau pindah,
Kwang
kembali ke awal
KESAN BAIK KESAN BURUK
Singapore, 26 Januari 2004
Kemarin malam saat aku sedang berada dalam perjalanan pulang menuju ke singapura setelah
menyelesaikan liburanku, tiba-tiba bapak yang duduk di sebelahku mengajak bicara. Dalam keadaan lapar dan sedikit pusing
karena vertigo yang mau kumat terpaksa aku dengarkan
cerita si bapak yang ternyata seorang warga singapura beristrikan seorang wanita dari Jogja.
Sang bapak mengeluh mengatakan betapa jeleknya dan kurang ajarnya petugas imigrasi di Jakarta.
Diikuti dengan suara mendayu sang ibu yang sedang menggendong putrinya; ia mengatakan bahwa saat mereka tiba di Jakarta ternyata petugas imigrasi tidak memberikan tanda
masuk ke negeri tercinta sang istri; alhasil kemarin sore mereka sempat kerepotan saat dituduh masuk ke Indonesia secara illegal.
Lucu juga mendengar komentar sang ibu, yang mengatakan "lah wong sama-sama Indonesia kok begitu yach de". Dengan berat hati aku katakan kepada
beliau bahwa ini bukan suatu yang baru, bukan pertama kali aku dengar hal seperti ini.
Pendek kata, sang bapak dan ibu kecewa sekali, kasihan juga saat mendengar cerita
mereka yang pada akhirnya memang diperbolehkan lewat setelah memberikan uang sekitar 1 juta
rupiah seperti yang diminta oleh sang petugas. Diselipin aja di dalam passport katanya.
Setelah berpisah dengan mereka, aku renungkan kejadian tersebut. Kesan baik kesan buruk, dari cerita tadi yang tertinggal hanyalah
kesan buruk. Ya, hanya kesan buruk yang tertinggal bagi si bapak warga singapura yang beristrikan warga Indonesia tersebut. Aneh dan
jahat sekali katanya mengapa ada petugas negara yang berani bersikap seperti itu.
Kesan baik kesan buruk, aku bertanya pada diriku sendiri, kesan apa yang aku berikan kepada orang-orang ada di sekelilingku?
Tak jarang aku dengar orang sering berkata, mengapa harus perduli pada orang lain, yang
penting kita tidak mengganggu mereka, atau ada yang mengatakan selama aku sendiri baik, cukuplah; mengapa harus sibuk ngurus
orang lain?
Aku baca juga sharing dari salah satu anggota komunitasku (Sharing Suki ttg "Apakah anda seorang pelayan?"). Memang pada
kenyataannya, aku tidak berbeda jauh dengan si petugas imigrasi yang memberikan kesan buruk kepada si bapak tadi; seringkali
tidak aku sadari bahwa sikap, mimik wajah, sikap tubuh, tingkah laku, intonasi suara yang aku lakukan sering tidak terlihat seperti
seorang pelayan.
Ya, walau aku tidak terang-terangan meminta jasa tapi seringkali sikap hatiku lebih memancarkan kesan yang buruk daripada kesan yang
baik. "Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu
yang baik dan memuliakan Bapamu di sorga", begitu yang dikatakan dalam Matius 5:16.
Lalu seperti apa yang dikatakan Rasul Paulus dan Timotius kepada umat di Filipi,"Namun baik juga perbuatanmu, bahwa kamu telah
mengambil bagian dalam kesusahanku" (Filipi 4:14)
Atau seperti yang tertulis dalam III Yohanes 1:6,"Mereka telah memberi kesaksian di hadapan
jemaat tentang kasihmu. Baik benar perbuatanmu, jikalau engkau menolong mereka dalam perjalanan
mereka, dengan suatu cara yang berkenan kepada Allah".
Orang bilang yang penting kita setia kepada Tuhan, bener juga sih, tapi setia seperti apa? Hanya tahu kalau Yesus itu Tuhan? Rajin
ke gereja dan beriman? Tapi kata Yakobus, Iman tanpa perbuatan adalah mati.
Kalau aku hanya sibuk sama diriku sendiri dan terus menebarkan kesan yang buruk kepada orang di sekelilingku, apa ini termasuk iman
tanpa perbuatan? Iman seperti apa yang aku punya? Iman kepada Yesus Kristus? Yang adalah Kasih? Tapi terhadap sekeliling aku malah
tidak memberikan kasih? Ungkapan kasih yang hanya sebatas senyum saja, tapi bukan gosip.
Ah, senyum simpul melintas kaku, di atas bibir yang diam membisu. Cuma bisa berharap, moga-moga perbuatanku bersinar terang dan
kesan baik terlihat bercahaya, sehingga tak malu saat menyebut diri seorang percaya.
Yang pengen bisa beri kesan baik,
Kwang.
kembali ke awal
ABOVE ALL
Malaysia, 24 Mei 2004
Ditengah kesibukanku sejak aku pindah ke Malaysia; aku sadari kalau aku mengalami suatu perubahan.
Suatu perubahan yang tidak aku sukai sebenarnya. I became a workaholic man.
Hari-hariku aku isi dengan kerja, kerja dan kerja.
Pacarku mengingatkan aku kalau aku mulai berubah baik dalam tutur kata ataupun dalam sikap;
aku menjadi semakin acuh dengan sekelilingku.
Temanku dari Singapore mengingatkan aku kalau aku semakin jauh dari Tuhanku.
Ya, semua hal yang sebenarnya aku sadari.
Tadi malam aku beranikan diriku untuk membaca buku karangan Pastor Thomas H. Green.
Satu buku yang dihadiahkan oleh temanku yang jauh di amerika sana.
Saat aku menatap buku tersebut, baru aku sadari bahwa aku bukanlah diriku yang aku kenali lagi.
Sudah terlalu lama aku menjauhkan diri dari Tuhanku; aku tidak berdoa lagi;
doa hanya menjadi basa-basi belaka; aku mulai berkata-kata kasar;
emosiku berubah menjadi bagaikan kertas yang cepat sekali menyala saat terbakar.
Bahkan hobi membacaku hilang secepat angin yang bertiup di halaman apartemenku.
Kuberanikan diriku untuk membuka buku tersebut; OPENING TO GOD judulnya.
Rasanya sudah terlalu lama aku menutup diriku dengan pekerjaanku.
Kalau tidak sekarang aku akan ‘mati’ dan aku tahu kalau aku tak mau ‘mati’.
Funny, but I can felt God last nite; he is reading the book with me.
Siang ini, di depan laptopku aku beranikan diri kembali untuk berbagi.
Membagikan apa yang aku alami; walau sharing kali ini tidak berisikan sesuatu yang berarti tetapi hanya
berisikan suara hati seorang lelaki yang kehilangan pijakan dalam diri.
God is good; melalui yahoo messengerku, aku dengar lagu ABOVE ALL.
Lagu yang selalu membuat aku menangis dalam hati;
menangis karena aku sadar bahwa aku sudah terlalu keruh seperti air di dunia ini.
Aku butuh air yang baru; aku butuh air hidup.
Jiwaku merindukanMu Tuhan, I just simply don’t know what to do.
I admit that I am far from you. You took the fault; and yet you still think about me.
Above All.
Sesaat aku iri pada teman-temanku di Jakarta, amerika, Australia ataupun singapura;
dimana mereka masih mempunyai tempat untuk melayani; berkumpul bersama memuji dan menyembah;
tak salah memang kalau setiap kita membutuhkan suatu komunitas untuk terus belajar dan berkarya.
Tertawa aku saat mengingat betapa seringnya aku mengeluh saat aku masih berada di singapura;
mengeluh karena lelahnya tubuh yang tanpa aku sadari menyegarkan jiwa.
Lelah tubuh karena melayani; tapi tak pernah sadar betapa segar jiwa setelahnya.
I can feel Your presence here with me and suddenly I am lost in Your beauty.
Oh Lord, guide in Your truth; so that I can always be true.
Above all, I want to be with You.
Yang terhilang,
kwang
kembali ke awal
NOT ON THE SAME CHANNEL
Malaysia, 25 Mei 2004
Tertawa aku melihat tingkah laku rekan kerjaku; tampang cemberut dan menggerutu
kepadaku saat boss-ku meninggalkan meja kerjanya.
Kemudian tiba-tiba ia berkata kepadaku dan menanyakan sesuatu yang aku tidak ketahui ujung pangkal
permasalahannya.
Lalu aku katakan, kenapa ngga nanya aja ke boss. Dan ia kembali menggerutu.
Lalu sesaat setelah boss kembali; tiba-tiba temanku itu berseru; mengatakan sesuatu yang
mereka perdebatkan sejak tadi.
Ku dengar dengan seksama walau masih sibuk berkutat dengan pekerjaanku;
ternyata mereka berbicara di dua channel yang berbeda.
Mereka terlibat dalam suatu pembicaraan akan project yang mereka tangani;
tetapi arah pembicaraan satu dengan yang lain berbeda.
Lalu dengan senyum nakal aku menggoda mereka. “Girls, I think both of you are not in the same channel”,
dan mereka tertawa.
Lalu mereka berdua bangkit dari tempat mereka dan menghampiri meja kerjaku.
Lalu meributkan permasalahan mereka. Dan akhir kata kami berhasil menemukan titik pembicaraan yang sama.
Hahaha lucu memang tapi demikianlah adanya. Walau kami semua (Warga Belanda, Malaysia dan Indonesia)
berbicara dengan bahasa yang sama (English); tetapi ternyata itu tidak menjamin kalau kami semua dapat
mengerti apa yang ada di dalam pikiran satu dengan yang lain.
Ternyata untuk menemukan apa yang kita inginkan kadang yang dibutuhkan bukan cuma bahasa yang sama;
tetapi juga arah pembicaraan yang sama; atau kalau boleh aku katakan saluran yang sama; channel yang sama.
Mungkin ini yang ingin Tuhan katakan kepadaku hari ini; kalau selama ini aku tidak berada dalam channel
yang sama denganNya; frekuensiku ternyata tidak sejalan dengan frekuensiNya.
Makanya aku merasa letih sekali dengan segala yang aku punya.
Mungkin aku harus mencari jalan yang tepat untuk menemukan channel yang sama dengan siaranNya.
Seperti teman dan bossku tadi bersama denganku mencari channel yang sama dan akhirnya semua menjadi terbuka.
Ya, mungkin aku harus lebih giat mencari komunitas atau kegiatan yang dapat membuat diriku menjadi lebih
terbuka; terbuka dalam menemukan saluran yang telah lama Ia siarkan bagi kita semua.
Am keep asking to myself; am I at the right channel? Are you?
Are you in the right channel just because you are busy with what you call 'serving'?
Yang lagi dibeda channel,
Kwang.
kembali ke awal
KOSONG !!!
Malaysia, 06 AGUSTUS 2004
Mungkin kedengarannya menyedihkan, tetapi memang itulah yang terjadi.
Telah 2 jam aku duduk memikirkan apa yang dapat aku bagikan dalam sharing kali ini,
sudah cukup lama aku tidak berbagi kasih melalui tulisan-tulisanku lagi.
Aku coba berkelit dengan mencari pembenaran diri, ah mungkin aku terlalu sibuk dengan pekerjaan baruku,
di negeri yang baru dan juga lingkungan yang baru. Mungkin semua ini membuat aku lambat laun melepaskan
salah satu wujud cinta kasihku kepada Tuhan, salah satu cara dimana aku dapat meluapkan dan membagikan
apa yang aku alami kepada semua orang, kepada alam.
Aku tidak lagi berbagi dalam tulisan, atau bahkan perkataan.
Aku tidak lagi dapat melihat kesederhaan kasih Tuhan, aku menjadi KOSONG.
Ya, kosong. Rasanya tepat juga kata ini mengungkapkan keberadaan diriku.
Walau kehidupanku memang notabene lebih sibuk dari sebelumnya, tapi entah mengapa aku merasa kosong.
Sekedar berpikir, apa orang lain pernah merasakan apa yang aku rasakan?
Ya, kesibukan sehari-hari tetap ada. Bahkan lebih penuh dari biasanya.
Tapi kok tidak ada sesuatu apapun yang dapat aku bagikan.
Toh secara nyata aku tetap menerima kasih Tuhan setiap harinya, tapi entah mengapa rasanya mata hatiku
tidak lagi melihat kesederhaan yang aku alami ini dalam kacamata kasih.
Mungkin itu sebabnya mengapa aku tidak lagi berbagi, walau hati rindu berteriak hayo hayo tulis.
Tapi saat tangan mulai berbagi segala terasa kaku dan berhenti.
I’ve been thinking, apa yang Tuhan pikirkan tentang diriku saat ini.
Aku berpikir apa yang aku sendiri pikirkan tentang diriku saat ini.
Aku mulai membaca satu-persatu sharing yang pernah aku tuliskan,
kesederhaan-kesederhaan akan kasih Tuhan yang dapat aku bagikan.
Sejauh itukah aku dari kesederhanaan? Sekosong inikah aku?
Si Kosong,
Kwang
kembali ke awal
WAKTU LUANG
Malaysia, 09 AGUSTUS 2004
1 Kor 1:27 - Tetapi apa yang bodoh bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan orang-orang yang berhikmat,
dan apa yang lemah bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan apa yang kuat.
Tak sadar aku menguap dan mataku mulai menjadi sayu. Aku mengantuk di kantor, suatu hal yang tidak pernah
terjadi atau boleh aku katakan sedikit mengejutkan mengingat banyaknya pekerjaan
yang aku hadapi semenjak kepindahanku ke negeri ini.
Aku pikir ini karena makan siangku yang terlalu banyak, tapi sebenarnya,
semua ini karena aku tidak dapat menlanjutkan pekerjaanku karena masalah yang dihadapi rekan kerjaku.
Maklum kerjaan IT, programmer tak kunjung selesai membuat aku tak tahu bagaimana harus melanjutkan
pekerjaanku.
Pendek kata, aku punya waktu luang. Betapa mengejutkan.
Lalu aku buka site Satu Perjamuan Satu Jemaat, dan mulai membaca apa yang menjadi bacaan hari ini
(Mat 25 : 1 – 13). Setelah selesai membaca,
sejenak aku pikir keadaan para gadis-gadis itu sama seperti aku. Mereka punya waktu luang.
Memang benar kalau tujuan utama mereka adalah menunggu kedatangan sang mempelai.
Menunggu mempelai yang tak kunjung dating sampai-sampai lelah dan kantuk menyerang.
Wah, sama dengan diriku, walau memang bukan mempelai yang aku tunggu,
tetapi project dan kabar dari programmerku di negeri yang lain.
Tapi yang aku maksudkan di sini adalah waktu luang.
Aku percaya, bukan hanya aku saja yang punya waktu luang, aku percaya semua orang punya waktu luang.
Tetapi sama seperti gadis-gadis itu, apa yang sebenarnya dapat aku lakukan di waktu luang yang aku miliki ini.
Mungkin cerita tentang para gadis ini akan berbeda kalau ternyata waktu tidur mereka itu mereka
gantikan dengan pergi ke pasar dan membeli cadangan minyak. Ya, memang tertulis kalau mereka tidak membawa
bekal, tetapi tidak berarti mereka tidak dapat membeli bukan? Iya, aku pikir kalau mereka tidak tidur
dan pergi membeli bekal minyak tentu perikopnya akan berbunyi lain.
Mungkin akan menjadi 10 gadis bijaksana . Menarik juga.
Waktu luang ternyata merupakan harta yang terpendam.
Kalau saja kita gunakan secara bijaksana. Tak lama kemudian aku putuskan kalau aku akan gunakan waktu
luang ini untuk mengisi kekosongan diriku dan berbagi melalui tulisan ini.
Semoga siapa saja yang membaca dapat menggunakan waktu luangnya dengan bijaksana.
Waktu luang hmmm mau aku gunakan buat apa?
Yang lagi punya waktu luang,
Kwang
kembali ke awal
HOW LOW CAN YOU GO?
Malaysia, 29 AGUSTUS 2004
Bacaan injil hari ini (Lukas 14: 4–14) menceritakan tentang bagaimana
Yesus melihat tamu-tamu undangan pesta makan berusaha menduduki tempat-tempat yang katanya terhormat.
Aku pikir, kalau pada jaman sekarang mungkin maksud Yesus adalah kursi atau mejad di deret pertama
atau kedua dari tempat yang tersedia. Atau juga tempat duduk khusus yang tertulis reserve, ya
pokoknya tempat yang kelihatan lebih indah daripada tempat lainnya.
Tempat yang dapat membuat siapa saja yang duduk di sana menjadi tenar dan terpandang.
Tempat yang utama.
Kalau aku pandang dari kacamata lahiriah, rasanya pemandangan yang Yesus lihat bukanlah hal yang luarbiasa,
tetapi lebih kepada hal yang alamiah. Bisa kita lihat dari kehidupan sehari-hari di sekeliling kita.
Semua mengajarkan kita menjadi yang terutama, bersaing menuju yang terutama.
Anak-anak dipaksa orang tua untuk mencapai sesuatu yang mungkin bukan keinginan anaknya,
bahkan sering aku lihat hanya sekedar ambisi sang orang tua. Anak juara sama dengan orang tua
menjadi ternama. Dalam dunia bisnis, apa saja berlaku, selama aku dan usahaku yang menjadi ternama.
Dalam dunia kerja, sikut sana sikut sini, ahh itu biasa. Bahkan dalam kegiatan yang sering orang-orang
sebut sebagai pelayanan, balap membalap untuk menjadi yang terutama tetap mewarnai kegiatan mereka.
Rasanya apa yang dilihat Yesus benar-benar suatu pemandangan yang tidak aneh rasanya.
Belum lagi, ada yang mengatakan bahwa kerendahan hati itu tipis sekali bedanya dengan kesombongan.
Ada juga yang mengatakan kerendahan hati itu tipis sekali bedanya dengan kepura-puraan.
Dan ada juga yang mengatakan kerendahan hati itu hanya sebuah kebodohan.
So? Hatiku bertanya, kerendahan hati, apakah itu memang ada?
Beberapa waktu lalu, seorang teman dari San Fransisco mengisi buku tamu di halaman sharingku,
mengatakan ia melihatku sebagai seorang yang humble (rendah hati). Jujur saja,
sewaktu melihat komentar tersebut aku tertawa, ada dua perasaan yang melintas dalam pikiranku.
Yang pertama: “hahahahaha belum tau kwang dia…” dan yang kedua ada perasaan bangga di dalam hatiku.
Lalu aku berpikir, rasanya dua reaksi yang terlintas dalam hatiku tidak memperlihatkan apa yang ia katakan.
Aku sharingkan perasaanku dengan salah satu temanku yang lain.
Aku katakan rasanya aku tidak layak menerima sanjungan yang begitu indah.
Temanku katakan, kejujuran dan keterbukaan diriku yang ia lihat sebagai kerendahan hati,
isi sharing yang tidak hanya menceritakan kesuksesan tetapi juga kelemahan.
Sebelum anda berpikir terlalu jauh, aku pun merasa tidak rendah hati menceritakan hal ini,
hal yang seakan-akan mengangkat diriku sendiri. Tidak terlintas dalam pikiranku saat ini.
Yang aku ingin bagikan adalah apa yang temanku katakan bahwa kejujuran dan keterbukaan
juga merupakan suatu sikap kerendahan hati.
Aku rasa seandainya para tamu tersebut jujur hati dan terbuka terhadap diri mereka sendiri,
mereka tentu tidak akan menjadi tinggi hati. Ya, sulit rasanya kalau seorang itu adalah jujur untuk menjadi
sombong. Kalau seorang itu terbuka terhadap segala masukan dan kritik terhadap dirinya untuk menjadi
tinggi hati.
Ah memang sulit rasanya. Tidak ada definisi khusus yang dapat menjelaskan apa arti kerendahan hati
yang sebenarnya. Namun demikian, walau tak ada kamus yang dapat menerjemahkan arti kerendahan hati,
aku dapat melihat apa itu kerendahan hati yang sebenarnya. Ya, tak lain dari perjalanan hidup dan pelayanan
Yesus sendiri. Tentu tak perlu rasanya aku tuliskan di sini karena aku melihat kepala yang
terangguk-angguk saat anda membaca paragraph di atas ini.
“Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku,
karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan” (Matius 11:29).
“Tetapi Allah, yang menghibur orang yang rendah hati,
telah menghiburkan kami dengan…” (II Korintus 7:6-11).
“…sebab Allah menentang orang yang congkak, tetapi mengasihi orang yang rendah hati..”
(I Petrus 5:5) (Yakobus 4:6)
Tanpa Kerendahan Hati, tentu tak akan ada kasih. Tanpa Kasih? Ah aku tak mengerti.
So? How humble can you go? How Low can you go?
Yang lagi belajar arti humble,
Kwang
kembali ke awal
|
|